“KORELASI HUBUNGAN AL-QUR’AN SURAT AN-NISSA AYAT 59 DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI”
Tugas Ini
Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam
Semester Genap
DISUSUN OLEH : KELOMPOK / XI
IPA 5
1.
2.
3.
4.
Muhammad Raihan Indraguna
5.
6.
Pemerintahan Kabupaten Ciamis
Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan
SMA NEGERI 2
CIAMIS
Jln. K.H. Ahmad Dahlan No. 2 tlp. 771709 Ciamis
LEMBAR
PENGESAHAN
Makalah yang berjudul “KORELASI HUBUNGAN
AL-QUR’AN SURAT AN-NISSA AYAT 59 DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI”. Tugas Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Semester Genap Tahun 2017/2018
Telah disetujui oleh :
Wali Kelas Guru Mata Pelajaran
NIP : NIP :
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, serta karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
sederhana ini.
Selain itu saya mengucapkan terima kasih
kepada :
1.
Ibu Selly
Afianti selaku wali kelas XI IPA 5.
2.
Bapak selaku pembimbing sekaligus guru mata
pelajaran Pendidikan
Agama Islam.
Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam. Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah
ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan acuan untuk membuat makalah lebih
baik lagi kedepannya.
Ciamis,
03 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR
PENGESAHAN............................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................. 5
A.
Latar Belakang.......................................................................... 5
B. Rumusan Masalah..................................................................... 5
C.
Manfaat..................................................................................... 5
BAB II
PEMBAHASAN................................................................... 6
A. Al-Qur’an Surat
An-Nisa ayat 59 ............................................ 6
B. Kandungan Surat
An-Nisa ayat 59........................................... 6
C. Tafsir Menurut
Beberapa Ulama............................................... 6
D.
Pengamalannya Dalam Kehidupan Sehari-hari........................ 10
BAB III PENUTUP ......................................................................... 12
A. Kesimpulan.............................................................................. 12
B.
Saran........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengingat
pelajaran Pendidikan Agama Islam sangat dibutuhkan pada zaman ini oleh karena
itu kelompok kami menyajikan pembahasan tentang isi atau kandungan Surat
An-Nisa ayat 59, dengan itu kami harap para generasi selanjutnya memliki
semangat untuk mempelajari Pendidikan Agama Islam pada masa sekarang agar moral
dan sikap mereka tidak berantakan. Oleh karna itu bimbingan dari pada orang tua
dan guru sekolah sangat diperlukan
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa saja kandungan surat An-nisa aya 59 ?
2.
Bagaimanakah tafsir nya menurut beberapa ulama ?
3.
Apa hubungan dan pengamalannya dalam kehidupan sehari
hari ?
1.3 Manfaat
1.
Untuk mengetahui kandungan surat An-nisa ayat 59.
2.
Untuk mengetahui dan mengamalkan hal-hal yang harus
diamalkan dalam surat.
3.
Untuk mengetahui tafsir suratnya menurut beberapa ulama.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 59
2.2Kandungan Surat An-Nisa Ayat 59
1. Perintah Allah SWT kepada manusia
agar beriman kepada Allah, Rosul dan ulil amri
2. Menyelesaikan masalah perbedaan
pendapat dengan mengembalikannya kepada Allah dan Al-Qur’an
3. Penegasan Allah SWT bahwa
mengembalikan segala urusan kepada Allah lebih baik daripada mengikuti pendapat
manusia
4. Perintah
untuk taat pada Allah, Rasul, dan Ulil Amri atau Pemimpin.
5. Apabila
terjadi perbedaan pendapat maka hendaklah dikembalikan ke Allah dan Rasulnya.
2.3Tafsir Menurut Beberapa Ulama
Dalam Q.S. An-Nis-a` ayat 59, Allah memerintahkan beberapa hal kepada
orang-orang mukmin. Pertama,
perintah untuk menaati Allah SWT. dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya. Ketaatan kepada Allah ini diwujudkan dengan mengikuti apa
yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur'an.
Kedua, perintah untuk
menaati Rasulullah SAW. dengan mengikuti sunnah beliau, baik dalam hal-hal yang
termasuk perintah maupun larangannya. Taat kepada Rasulullah SAW. juga berarti
taat kepada Allah sebagai firman Allah:
"Barangsiapa yang menaati Rasul itu sesungguhnya ia telah menaati
Allah...."(Q.S. An-Nis-a`/4:80).
Ketiga, perintah untuk
menaati ulil amri. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian ulil amri, di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Ibnu
Jarir at-Tabariy menyebutkan bahwa menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan
ulil amri adalah umar-a`. Sebagian yang lain berpendapat bahwa ulil amri itu
adalah ahlul 'ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan
fiqh). Ada yang berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah-lah yang dimaksud
dengan ulil amri. Dan ada pula yang berpendapat bahwa ulil amri itu adalah Ab-u
Bakar dan 'Umar (Tafsir al-Tabariy, juz 5, h. 147-149).
2. Imam
al-M-awardiy menyebutkan ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat ulil amri
pada Q.S. An-Nisa`: 59. Pertama, ulil amri bermakna umar-a' (para pemimpin yang
konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan). Ini merupakan pendapat Ibnu
'Abb-as, as-Sa'diy, dan Ab-u Hurairah serta Ibnu Zaid. Kedua, ulil amri itu
maknanya adalah ulama dan fuqaha`. Ini menurut pendapat J-abir bin 'Abdull-ah,
al-Hasan, Ath-a`, dan Ab-u al-'-Aliyah. Ketiga, pendapat dari Muj-ahid yang
mengatakan bahwa ulil amri itu adalah sahabat-sahabat Ras-ulull-ah SAW..
Pendapat keempat, yang berasal dari Ikr-i-mah, lebih menyempitkan makna ulil
amri hanya kepada dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar (Tafsir
al-M-awardiy, jilid 1, h. 499-500).
3. Ibnu
Kasir, setelah mengutip sejumlah hadis mengenai makna ulil amri, menyimpulkan
bahwa ulil amri itu, menurut zhahirnya, adalah ulama. Sedangkan secara umum
ulil amri itu adalah umar-a` dan ulama (Tafsir Al-Qur'-an al-'Azh-im, juz 1, h.
518).
4. Ahmad
Mus.tafa al-Mar-aghiy menyebutkan bahwa ulil amri itu adalah umar-a', ahli
hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya yang manusia
merujuk kepada mereka dalam hal kebutuhan dan kemaslahatan umum. Dalam halaman
selanjutnya, al-Mar-aghiy juga menyebutkan contoh yang dimaksud dengan ulil
amri ialah ahlul halli wal 'aqdi (semacam legislatif) yang dipercaya oleh umat,
seperti ulama, pemimpin militer dan pemimpin dalam kemaslahatan umum seperti
pedagang, petani, buruh, wartawan dan sebagainya. (Tafsir al-Mar-aghiy, juz 5,
h. 72-73).
5. Dr.
Wahbah az-Zuhailiy, dalam kitab tafsirnya At-Tafs-ir al-Mun-ir, menyebutkan
bahwa sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa makna ulil amri itu adalah ahli
hikmah atau pemimpin perang. Sebagian lagi berpendapat bahwa ulil amri itu
adalah ulama yang menjelaskan kepada manusia tentang hukum-hukum syara' (Tafsir
al-Mun-ir, juz 5 : 126).
6. Menurut
Ibnu ’A.tiyyah dan al-Qur.tubiy, jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan ulil amri adalah umara` (pemerintah) atau khulafa` (pemimpin)
(Al-Muharrar al-Waj-iz, vol. 2 : 1993: 70).
Tampaknya pendapat jumhur ulama ini lebih dapat diterima. Dari segi
sebab turunnya, ayat ini turun berkenaan dengan komandan pasukan. Ini berarti,
topik yang menjadi objek pembahasan ayat ini tidak terlepas dari masalah
kepemimpinan. Kepemimpinan dalam sebuah negara ada yang dipegang oleh seorang
presiden, raja, perdana menteri dan lain-lain. Pemimpin negara ini memiliki
kewenangan untuk mengangkat para pemimpin di bawahnya, seperti para menteri
dalam kabinet pemerintahan. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah
pernah bersabda:
pernah bersabda:
"Mendengar dan menaati seorang (pemimpin) yang muslim adalah wajib,
baik dalam perkara yang disenangi atau dibenci, selama tidak diperintahkan
untuk maksiat... (HR al-Bukhariy).
Dalam hadis lain, disebutkan, "Dari Abu Hurairah bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: "Barang siapa yang menaatiku, sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah. Barang siapa yang menaati pemimpin, sesungguhnya dia telah menaatiku. Barang siapa yang bermaksiat kepada pemimpin, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepadaku ..." (HR. al-Bukhariy).
Dalam hadis lain, disebutkan, "Dari Abu Hurairah bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: "Barang siapa yang menaatiku, sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah. Barang siapa yang menaati pemimpin, sesungguhnya dia telah menaatiku. Barang siapa yang bermaksiat kepada pemimpin, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepadaku ..." (HR. al-Bukhariy).
Berikut adalah ringkasan tafsir ayat diatas diambil dari
beberapa Muffassirun (beberapa kitab tafsir para ulama tafsir)
1.
Tafsir Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di
Allah memerintahkan untuk taat kepada Nya dan rasul Nya
dengan melaksanakan perintah keduanya yang wajib dan yang sunnah serta menjauhi
larangan keduanya. Allah juga memerintahkan untuk taat kepada para pemimpin,
mereka itu adalah orang-orang yang memegang kekuasaan atas manusia, yaitu para
penguasa, para hakim dan para ahli fatwa (mufti), sesungguhnya tidaklah akan
berjalan baik urusan agama dan dunia manusia kecuali dengan taat dan tunduk
kepada mereka, sebagai suatu tindakan ketaatan kepada Allah dan mengharap apa
yang ada di sisiNya, akan tetapi dengan syarat bila mereka tidak memerintahkan
kepada kemaksiatan kepada Allah, dan bila mereka memerintahkan kepada
kemaksiatan kepada Allah, maka tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam
kemaksiatan kepada Allah. Dan bisa jadi inilah rahasia dari dihilangkannya kata
kerja "taat" pada perintah taat kepada mereka dan penyebutannya
bersama dengan taat kepada Rasul, karena sesungguhnya Rasul tidaklah
memerintahkan kecuali ketaatan kepada Allah, dan barang siapa yang taat
kepadanya sesungguhnya ia telah taat kepada Allah, adapun para pemimpin maka
syarat taat kepada mereka adalah bahwa apa yang diperintahkan bukanlah suatu
kemaksiatan..
Kemudian Allah memerintahkan agar mengembalikan segala
perkara yang diperselisihkan oleh manusia dari perkara-perkara yang merupakan
dasar-dasar agama ataupun cabang-cabangnya kepada Allah dan RasulNya, maksudnya
kepada kitabullah dan sunnah RasulNya, karena pada kedua hal itu ada keputusan
yang adil bagi seluruh masalah yang diperselisihkan, yaitu dengan pengukapannya
secara jelas oleh keduanya atau secara umum atau isyarat atau peringatan atau
pemahaman atau keumuman makna yang dapat diqiyaskan dengannya segala hal yang
sejenis dengan keumuman makna tersebut, karena sesungguhnya diatas kitabullah
dan sunnah RasulNya agama tegak berdiri, dan tidaklah akan lurus iman seseorang
kecuali dengan mengimani keduanya.
".....taatilah Allah, dan taatilah RasulNya dan ulil
amri diantara kamu....", maksudnya adalah ulama ahli fikih dan ahli agama
(Tafsir Ibnu Abbas)
Ayat dalam surah Annisa ;59 ini juga tentang dalil
dilakukannya qiyas, bila hukum dari sesuatu hal masih diperselisihkan, dan
belum diketahui dari satu nashpun kepada nash-nash yang ada, hanya dapat
dilakukannya dengan cara menyamakan keduanya. Dan Firman Allah
"...Kemudian jika kamu berselisih pendapat.." ..Penjelasan ayat ini
adalah, bahwa ketika tidak ada perselisihan (diantara para ulama), maka seorang
muslim harus mengamalkan hukum yang telah disepakati. Inilah yang dimaksud dengan
ijma', seperti yang dijelaskan oleh Al-Alusi dalam kitab tafsirnya ...(Tafsir
Adhwa'ul Bayan, Syaikh Asy-Syanqithi)
2.
Tafsir Al Qurthubi..
Penjelasan ayat "...Taatilah Allah, dan taatilah
RasulNya dan ulil amri diantara kamu...."
Ayat diatas membahas perihal pemimpin dan perintah bagi
mereka untuk menunaikan amanat, begitu juga menetapkan hukum diantara manusia
dengan adil. Ayat ini ditujukan untuk rakyat, pertama-tama diperintah untuk
taat kepada Allah SWT yaitu dengan mengerjakan perintah-perintah Nya dan
menjauhi segala larangan Nya, lalu taat kepada Rasul Nya dengan apa-apa yang
diperintah dan dilarang, kemudian taat kepada ulil amri, sesuai penapat
mayoritas ulama, seperti Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan selain mereka.
Al Qurthubi berkata, Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib RA,
bahwa ia berkata, "Kewajiban seorang pemimpin adalah berhukum dengan adil
dan menunaikan amanat, jika itu dilakukan, maka wajib bagi kaum muslimin untuk
menaatinya karena Allah SWT memerintahkan kita untuk menunaikan amanat dan berlaku
adil, lalu memerintahkan kita untuk taat kepada mereka"
Mujahid dan Jabir bin Abdullah berkata, "Ulil amri
(pemerintah) adalah ahli Al Qur'an dan ilmu" ini merupakan yang dipilih
oleh Malik Rahimahullah.
Adapun perkataan kedua sesuai dengan firman Allah SWT,
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya)", dan tidaklah selain
ulama mengetahui bagaimana mengembalikan kepada Al Qur'an dan sunnah, hal ini
menunjukkan bahwa wajib bertanya kepada para ulama, serta wajib melaksanakan
fatwa mereka.
Sahl bin Abdullah rahimahullah berkata, "Manusia
senantiasa dalam kebaikan selama mengagungkan pemimpin dan ulama, maka jika
mereka mengagungkan keduanya, Allah akan menjadikan baik kehidupan dunia dan
akhirat merkea dan jikaa mengabaikan keduanya dunia dan akhirat mereka akan
rusak.
3.
Tafsir Al Aisar, Syaikh
Abu Bakar Jabir Al Jazairi
Salah satu kesimpulan dari ayat ini menurut tafsir Al Aisar
adalah, Wajib taat kepada Allah dan Rasul Nya serta para penguasa muslim, baik
para hakim atau ulama fikih, karena taat kepada Rasul adalah termasuk taat
kepada Allah, dan taat kepada penguasa termasuk taat kepada Rasul SAW,
berdasarkan hadits, "Barangsiapa yang menaatiku maka dia telah taat kepada
Allah, dan barangsiapa yang taat kepada waliku maka telah taat kepadaku, dan
barangsiapa bermaksiat kepadaku maka ia telah bermaksiat kepada Allah, dan
barangsiapa yang bermaksiat terhadap waliku maka ia telah bermaksiat kepadaku
(HR Asy Syaikhan)
4.
Tafsir Ibnu Katsir
Sesuai dengan hadits riwayat Imam Bukhari, Dari Abu Hurairah
RA, "Kekasihku (Nabi SAW) telah mewasiatkan kepadaku agar aku tunduk dan
patuh (kepada pemimpin), sekalipun dia (si pemimpin) adalah budak Habsyi yang
cacat anggota tubuhnya (tuna daksa)
Dari Ummul Husain, "Seandainya seorang budak memimpin
kalian dengan memakai pedoman Kitabullah, maka tunduk dan patuhlah kalian
kepadanya" (HR Muslim) (sesuai dengan penjelasan sebelumnya, bahwa ulil
amri adalah pemimpin, ahli fikih, hakim, ulama yang menggunakan kitabullah
dalam mengambil istimbath hukum)
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang
melihat dari pemimpinnya sesuatu hal yang tidak disukainya, hendaklah ia
bersabar. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang memisahkan diri dari
jamaah sejauh sejengkal, lalu ia mati, melainkan ia mati dalam keadaan mati
jahiliah" (HR Bukhari, Muslim)
Makna dzahir ayat "ulil amri" adalah umum mencakup
semua ulil amri dari kalangan pemerintah, juga para ulama..(Mujahid, Ata, Al
Hasan Al Basri, dan Abul Aliyah)
2.4Pengamalannya Dalam Kehidupan Sehari-hari
Keterangan di atas menunjukkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk menaati
ulil amri (pemimpinnya). Hanya saja, sebagaimana ditegaskan dalam hadis di
atas, ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) wajib dilaksanakan selama perkara
yang diperintahkan oleh pemimpin itu dalam hal kebaikan, tidak melanggar
syariat, dan bukan dalam rangka untuk berbuat maksiat. Ketaatan kepada ulil
amri juga mencakup pada ketaatan terhadap aturan-aturan yang disusun dan ditetapkan
oleh ulil amri.
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita harus taat kepada aturan yang telah disepakati oleh
lingkungan di mana kita tinggal, baik pada tingkat RT, RW, desa atau kelurahan,
dan seterusnya hingga pada tingkat aturan negara. Misalnya, setiap warga negara
diwajibkan memiliki KTP, maka kita harus taat dan harus melaksanakannya.
Begitu juga ketika di sekolah, maka kita wajib taat dan patuh kepada aturan
yang dibuat oleh pihak sekolah.
Sebagai muslim yang
baik, sudah menjadi kewajiban kita untuk menaati segala aturan yang ada di
sekitar kita. Menumbuhkan dan menerapkan sikap taat kepada aturan memang
bukanlah sesuatu yang mudah. Ia memerlukan komitmen dan konsistensi yang kuat
dalam diri kita untuk melaksanakannya. Beragam hikmah dan manfaat dari sikap
ini telah tampak jelas dan nyata seperti yang telah dipelajari pada pembahasan
sebelumnya. Oleh karena itu, kita tidak perlu menunda-nunda lagi untuk
menumbuhkan dan menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Lingkungan
keluarga adalah tempat yang paling tepat untuk memulai menerapkan sikap taat
kepada aturan. Hal ini dapat dimulai dengan pembuatan aturan yang
melibatkan seluruh anggota keluarga. Setiap anggota keluarga mesti mengetahui
dan melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik. Selanjutnya melaksanakan
aturan yang telah disepakati bersama secara konsisten. Beberapa contoh aturan
dalam lingkungan keluarga misalnya, merapikan tempat tidur masing-masing ketika
bangun tidur, melaksanakan tugas di rumah yang menjadi tanggung jawabnya
masing-masing, menjaga hubungan yang baik terhadap seluruh anggota keluarga,
menghormati orang tua dan menyayangi saudara, dan lain sebagainya.
Setelah
dapat melaksanakan dan menaati segala aturan yang ada dalam lingkungan
keluarga, selanjutnya berusaha untuk menerapkannya di lingkungan sekolah dan
masyarakat. Di sekolah, kita harus selalu menaati peraturan yang dibuat oleh
pihak sekolah. Misalnya, berbakti kepada guru dengan cara melaksanakan perintah
dan nasihat-nasihat yang baik, menghormati guru, karyawan, dan pegawai sekolah
lainnya, belajar dengan tekun dan disiplin, serta mematuhi peraturan dan
tata tertib yang ada di sekolah.
Sedangkan
dalam kehidupan di masyarakat, menaati aturan atau norma yang berlaku merupakan
sesuatu yang mutlak kita lakukan. Setiap daerah pasti memiliki aturan, adat
atau norma yang berbeda-beda, tapi memiliki tujuan yang sama, yakni menciptakan
kehidupan masyarakat yang aman, rukun, damai, tenteram, dan sejahtera. Kita
harus menghormati, menaati, dan melaksanakan aturan daerah di mana kita
bertempat tinggal. Aturan yang ada di masyarakat misalnya, menjaga nama baik
kampung atau desa, menghargai dan menghormati tetangga, menjaga
kebersihan lingkungan, menaati semua aturan yang berlaku, dan lain-lain.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa inti dari ayat
tersebut adalah:
1. Umat mampu taat kepada perintah
Allah SWT dengan segala keikhlasan tanpa ada kata tidak mau.
2. Bagaimana umat taat terhadap apa
yang diperintahkan oleh Rasul, karena menaati Rasul adalah merupakan sebagian
daripada perintah Allah.
3. Taat terhadap ulil amri, karena
ulil amri merupakan pelanjut amanah Rasul-rasul, maka menaatinya adalah hal
yang wajib. Di zaman sekarang, ulil amrilah yang sangat berperang dalam
kesejahteraan rakyatnya.
Selain
untuk taat terhadap Allah, Rasul dan ulil amri, juga diwajibkan bagaimana kita
berlaku adil terhadap semua perkara sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Nabi. Hal ini sangat diperlikan bagi seorang ulil amri.
3.2 Saran
Tak ada manusia yang sempurna, sebagaimana
dalam ungkapan “manusia tidak lupuh dari kesalahan dan kehilafan”, olehnya itu,
setelah berusaha keras melakukan yang terbaik kita hanya bisa bertawaqqal
kepada Allah sehingga kalau ada kesalahan kami menunggu kritik dan sarannya,
dan benarnya itu datangya daari Allah swt. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Surat
An-Nisa ayat 59
No comments :
Post a Comment