DAFTAR
ISI
HALAMAN
SAMPUL................................................................................................. i
KATA
PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR
ISI................................................................................................................ iii
DAFTAR
TABEL....................................................................................................... iv
I.
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Tujuan............................................................................................................. 2
II. TINJAUAN
PUSTAKA......................................................................................... 3
III. METODE PRAKTIKUM.................................................................................... 6
A. Bahan
dan Alat............................................................................................... 6
B. Prosedur Kerja................................................................................................ 6
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN............................................................................. 7
A. Hasil............................................................................................................... 7
B. Pembahasan.................................................................................................... 7
V. KESIMPULAN DAN
SARAN.............................................................................. 13
A. Kesimpulan.................................................................................................... 13
B. Saran.............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 14
LAMPIRAN................................................................................................................ 16
Lampiran 1. ACC........................................................................................... 16
Lampiran 2. Dokumentasi
Praktikum............................................................ 17
Lampiran 3. Pustaka....................................................................................... 21
DAFTAR
TABEL
Tabel
4.1 Pengukuran kandungan khlorofil dengan BWD........................................... 7
Tabel
4.2 Perkiraan Tambahan N Berdasarkan Nilai BWD pada Tanaman Jagung.... 10
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teknik dasar laboratorium merupakan
salah satu mata kuliah yang ada pada program studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Mata kuliah teknik dasar laboratorium
merupakan praktikum yang berfungsi untuk membekali dasar-dasar dalam penggunaan
laboratorium. Pada praktikum acara kelima ini adalah mengenai pengukuran kadar
klorofil pada tanaman kacang hijau dan tanaman jagug dengan menggunakan Bagan
Warna Daun (BWD) yang telah disediakan. Pengukuran ini dilakukan untuk bisa
melihat kandungan klorofil rata-rata pada tanaman kacang hijau dan jagung dan
kaitannya dengan intensitas matahari, penggunaan pupuk, serta faktor lainnya
yang dapate mempengaruhi kandungan klorofil.
Klorofil
merupakan bagian dari tanaman yang berperan penting sebagai pembentukan bahan
agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pigmen berwarna hijau
pada sebagian tanaman ini dapat menyerap cahaya pada membran thylakoid dan
sebagai katalisator untuk bisa berfotosintesis (Prastyo dan Laily, 2015). Klorofil
pada daun akan ditunjukan secara visual dengan berwarna hijau pada permukaan.
Kandungan klorofil pada daun akan berpengaruh terhadap beberapa faktor seperti
kandungan unsur hara pada tanaman, intensitas cahaya matahari yang diserap
serta kondisi fisik tanaman tersebut.
Pada
praktikum kali ini tanaman jagung dan kacang hijau ditempatkan pada tempat yang
memiliki naungan dan tanpa naungan untuk bisa melihat perbedaan antara skala
dari BWD yang ditunjukan serta pengaruh adanya naungan terhadap kandungan
klorofil. Parameter yang diamati adalah perbedaan skala BWD terhadap warna daun
pada tanaman dengan menggunakan naungan dan tanpa naungan.
Untuk
bisa mengukur kadar kloforil pada tanaman terdapat beberapa jenis alat yang
digunakan seperti SPAD (Soil Plant Analysis Development) dan BWD (Bagan
Warna Daun). Penggunaan BWD lebih banyak digunakan di kalangan petani karena
lebih mudah didapatkan dengan biaya yang terjangkau. Tetapi keakuratan kadar
klorofil akan lebih akurat jika menggunakan SPAD, karena alat tersebut akan
menunjukan langsung kadar klorofil pada daun. Penggunaan SPAD dilakukan dengan
analisis kimia pada daun, selain itu biaya untuk bisa memiliki alat tersebut
cukup mahal jika dibandingkan dengan menggunakan BWD.
Selanjutnya
terdapat alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya adalah lux
meter. Lux meter digunakan dengan mengukur tingkat cahaya pada suatu tempat
dengan satuan “Lux”. Pada praktikum kali ini pengujian pengaruh intensitas
cahaya matahari dilakukan secara sederhana yaitu dengan menggunakan BWD yang
telah disediakan. Selain itu, pengaruh dari intensitas cahaya matahari dari
penggunaan naungan dan tanpa naungan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
kandungan klorofil pada daun.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui
kandungan klorofil dengan menggunakan kertas BWD.
2.
Mengetahui
alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya dan kandungan
klorofil pada tanaman.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Cahaya matahari merupakan salah satu sumber
energi utama dalam keberlangsungan kehidupan makhluk hidup. Peran cahaya
matahari diperlukan tumbuhan untuk berfotositesis, terutama pada klorofil daun.
Fotosintesi merupakan proses kimia pada tumbuhan untuk bisa menghasilkan
makanan yang diperlukan tumbuhan. Makanan pada tumbuhan ini akan berfungsi
sebagai ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Cahaya
yang termasuk ke dalam faktor penting perting pada tumbuhan sebagai kunci dalam
proses metabolism lain di dalam jaringan tanaman. Kekurangan yang dapat
diakibatkan oleh cahaya matahari dapat berdampak pada gejala etiolasi yang
merupakan kecambah akan tumbuh lebih cepat namun daunnya berukuran kecil, tipis
dan berwarna pucat. Kandungan klorofil jika terjadi kekurangan cahaya matahari
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga laju pertumbuhan
akan melambat (Wiraatmaja, 2017).
Klorofil
merupakan pigmen warna pada tumbuhan yang memberikan warna hijau. Selain pada
tumbuhan, klorofil juga terdapat pada alga dan bakteri fotosintetik. Pigmen
warna pada daun ini dapat berperan dalam proses fotosintesis untuk menyerap
energi cahaya matahari yang kemudian dirombak menjadi energi kimia yang
dibutuhkan oleh tanaman. Klorofil dapat menyerap dan memantulkan cahaya
matahari biasanya dengan panjang gelombang antara 400-700 nm, terutama cahaya
dengan warna sinar merah dan biru. Klorofil memiliki sifat kimia, yaitu: tidak
larut dalam air melainkan dapat larut dalam pelarut organic seperti etanol dan
klofoform, serta inti magnesium akan tergeser oleh atom hydrogen apabila
suasana asam sehingga dapat membentuk senyawa feofitin berwarna coklat.
Klorofil juga merupakan faktor utama dalam fotosintesis yang terdapat pada
kloroplas (Ai dan Banyo, 2011).
Klorofil
dapat berfungsi untuk tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangan, jika
kekurangan klorofil maka akibatnya daun yang ada pada tumbuhan akan berguguran.
Contohnya pada saat musim gugur, tanaman akan kehillangan daun atau gugur
karena kekurangan cahaya dan klorofil. Zat-zat nutrisi akan dialirkan pada
jaringan tumbuhan sebelum daun-daun mulai berguguran dalam bentuk batang yang
kemudian akan didaur ulang hingga membentuk kembali daun saat musim berikutnya
tiba. Saat musim gugur tiba, daun akan berhenti membuat klorofil sehingga daun
pada tumbuhan akan kehilangan warna hijau dan berubah menjadi kecoklatan. Kombinasi
warna pada saat musim gugur ini merupakan hasil dari pigmen yang baru saat
mulainya musim gugur. Pigmen tersebut sudah ada sebelumnya pada daun, namun
diikuti oleh warna hijau pada daun sehingga pigmen warna yang dihasilkan ini
akan berwarna coklat (Rahmi, 2017).
Reaksi
fotosintesis dipengaruhi oleh kandungan krolofil pada daun. Reaksi fotosintesis
yang tidak maksimal merupakan hasil dari kadar klorofil yang sedikit pula. Ketika
reaksi fotosintesis tidak maksimal, senyawa karbohidrat yang dihasilkan juga
tidak bisa maksimal. Akibat dari ketidakmaksimalnya reaksi fotosintesis pada
tanaman maka akan berpengaruh terhadap tanaman untuk bisa tumbuh dan berkembang
(Pratama dan Laily, 2015).
Untuk
bisa mengetahui nilai kadar klorofil pada tanaman diperlukan alat ukur agar
bisa menunjukan kadar klorofil pada daun suatu tanaman. Alat ukur yang diguakan
dalam mengukur tingkat kehijauan daun adalah Bagan Warna Daun (BWD) dan Soil
Plant Analysis Development (SPAD) atau biasa disebut dengan klorofil meter.
Kedua alat tersebut biasa digunakan petani untuk mengukur kadar klorofil pada
daun.
SPAD
merupakan salah satu alat digital yang digunakan untuk mengukur jumlah relative
dari klorofil daun tanpa mengambil bagian dari tanaman tersebut. SPAD biasa
juga disebut dengan klorofil meter yang dapat menentukan kecukupan jumlah hara
nitrogen terutama tanaman jagung. Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara
utama untuk pertumbuhan tanaman, sebagai komponen utama klorofil dan protein
yang terkait erat dengan warna daun, pertumbuhan, dan hasil tanaman. Spektrum
pemantulan daun tanaman atau kanopi berkorelasi dengan status nitrogen (Li,
2014 dalam Erythrina, 2016). Unsur nitrogen juga merupakan bagian dari bahan
pembentuk klorofil daun sehingga dapat digunakan sebagai alternatif petunjuk
dalam menentukan status nitrogen daun (Efendi, 2012). Nilai SPAD memiliki
hubungan dengan kesehatan tanaman terutama dalam produksi tanaman padi. Tanaman
yang memiliki kesuburan dan nutrisi yang cukup nitrogennya jika skala
klorofilnya berada di ambang batas yang sesuai. Selain itu, kandungan nutrisi
tercukupi dengan baik maka produktivitas tanaman juga akan semakin tinggi
(Putri, 2016 dalam Hidayah, 2019).
Selanjutnya
untuk mengukur klorofil daun menggunakan pengukuran BWD. Cara menggunakan BWD
ini kurang efektif dan akurat karena kandungan klorofil daunnya. Hal ini karena
BWD tidak dapat menunjukkan perbedaan warna hijau daun kecil seperti klorofil
meter (SPAD). Namun, dengan membandingkan skala BWD dengan SPAD, dapat ditentukan
akurasi relatif dalam menentukan keadaan nitrogen tanaman. Nilai SPAD dan BWD,
dan korelasi antara BWD dan kandungan nitrogen, menunjukkan bahwa BWD juga
dapat digunakan untuk mengukur kecukupan nitrogen pada jagung. Koefisien
korelasi antara nilai SPAD dan BWD menunjukkan bahwa penggunaan BWD untuk
mendeteksi kecukupan hara nitrogen menjadi lebih akurat seiring bertambahnya
usia tanaman dan tergantung pada warna daun di lapangan. Skala warna yang
mencakup rentang hijau dari kuning-hijau hingga hijau tua dapat digunakan untuk
mengukur warna daun ketika nilai warna daun berada di bawah batas tertentu maka
tanaman membutuhkan pupuk nitrogen. (Tambunan, 2017).
III. METODE
PRAKTIKUM
A. Bahan
dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum
ini yaitu sampel kertas BWD yang sudah disediakan dan alat untuk memotret.
B. Prosedur
Kerja
Praktikum ini dilakukan dengan
prosedur, sebagai berikut:
1.
Siapkan
alat-alat yang diperlukan.
2.
Ukur
bagian daun yang sudah tumbuh secara sempurna dengan menggunakan BWD yang
diletakan persis dengan warna yang tersedia.
3.
Amati
persamaan warna dengan warna pada BWD.
4.
Catat
skala warna pada buku catatan.
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel
4.1 Pengukuran kandungan khlorofil dengan BWD
No |
Nama Tanaman |
Perlakuan |
Pengukuran BWD |
Rata-rata |
1 |
Jagung |
Sinar matahari |
3 |
3 |
3 |
||||
3 |
||||
2 |
||||
4 |
||||
Teduh |
2 |
2,4 |
||
2 |
||||
3 |
||||
3 |
||||
2 |
||||
2 |
Kacang Hijau |
Sinar matahari |
3 |
3,4 |
4 |
||||
3 |
||||
3 |
||||
4 |
||||
Teduh |
3 |
3,2 |
||
3 |
||||
3 |
||||
4 |
||||
3 |
B. Pembahasan
Pada
praktikum kali ini adalah pengukuran kadar klorofil daun dengan menggunakan
BWD. Pengukuran dilakukan pada tanaman jagung dan kacang hijau. Perbedaan
antara hasil skala pengukuran dari tanaman yang ditempatkan pada tempat dengan
menggunakan naungan akan berbeda dengan tanpa, menggunakan naungan. Selain itu,
pengukuran dengan menggunakan BWD ini jauh lebih sederhana karena hanya
mengamati warna daun yang sesuai dengan warna yang terdapat dalam bagan dna
kemudian hasilnya dicatat untuk bisa disimpulkan pengaruhnya terhadap tanaman
tersebut.
Pengamatan
yang dilakukan dengan menggunakan BWD pada daun jagung berdasarkan Kementerian
Pertanian (2010) dan Efendi (2012) adalah sebagai berikut:
1.
Daun
yang akan dipantau warnanya adalah daun yang telah terbuka sempurna biasanya
adalah daun ke 3 dari atas. Tanaman yang akan diukur sebaiknya tidak dalam
keadaan stres kekeringan dan kelebihan air;
2.
Lindungi
daun yang akan dipantau warnanya dengan cara membelakangi matahari. Hal
tersebut dilakukan agar daun atau alat BWD tidak terkena matahari langsung agar
penglihatan tidak silau. Serta untuk memaksimalkan akurasi pengukuran, pengukuran
dilakukan pada pagi hari.
3.
Daun
diletakkan di atas BWD. Bagian daun yang dipantau adalah sekitar 1/3 dari ujung
daun. Warna daun kemudian dibandingkan dengan warna BWD, skala yang paling
sesuai dengan warna daun dicatat. Skala pada pengukuran BWD kali ini telah tersedia
dengan nilai skala 2 – 5.
4.
Rata-ratakan
hasil nilai skala tersebut untuk dapat menentukan kadar atau takaran pupuk yang
sesuai berdasarkan tingkat kehijauan daun yang telah diamati.
Berdasarkan
nilai BWD yang diperoleh pada daun jagung, tanaman jagung yang digunakan adalah
dengan menggunakan lima tanaman dari naungan dan tanpa naungan. Pengukuran
dengan menggunakan BWD ini dilakukan pada minggu ketiga setelah tanam. Pada
tanaman jagung tanpa naungan, nilai skalanya adalah 3, 3, 3, 2, dan 4, dengan rata-rata
skala adalah 3. Sedangkan pada tanaman dengan naungan, nilai skalanya adalah 2,
2, 3, 3, dan 2, dengan rata-rata skala adalah 2,4. Terdapat perbedaan rata-rata
skala yang ditunjukan dari tanaman jagung yang ditempatkan di tempat terang
dengan tanaman yang ditempatkan di tempat teduh. Hal tersebut terjadi karena Intensitas
cahaya yang rendah ternyata cenderung mempengaruhi kandungan β karoten.
Klorofil sebagai salah satu komponen
terpenting dalam proses fotosintesis yang menangkap dan menyerap cahaya
matahari menjadi energi kimia. Selain itu, intensitas cahaya berpengaruh
terhadap laju fotosintesis karena cahaya akan diserap oleh fotosistem yang
terdiri dari klorofil a, b dan pigmen-pigmen pelengkap. Energi inilah yang
digunakan untuk biosintesis karotenoid. Akibatnya, tanaman akan berusaha
melakukan adaptasi penyerapan cahaya yang terbatas, namun fotosintesis harus
berjalan optimal (Wulandari, 2016). Pada tanaman jagung yang ditempatkan pada
tanpa naungan memiliki skala rata-rata BWD yang lebih tinggi dibandingkan
dengan menggunakan naungan. Hal ini disebabkan karena klorofil menyerap energi
matahari lebih tinggi sehingga warna yang dihasilkan menunjukan skala lebih
besar. Intensitas cahaya yang optimal selama periode tumbuh penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Susilawati, 2016). Cahaya yang diterima
oleh daun pada tanaman akan meningkatkan laju fotosintesis terutama pada bagian
klorofil yang menyerap energi cahaya matahari lebih besar.
Intensitas cahaya yang rendah akan
mengakibatkan pigmen pemanen cahaya klorofil a dan klorofil b akan dibantu oleh
pigmen pemanen lain yaitu karotenoid dalam menangkap semua cahaya yang
terbatas, sehingga fotosintesis berjalan optimal. Pigmen yang berperan untuk
memanen cahaya dalam poses fotosintesis adalah pigmen-pigmen yang terdapat
dalam kloroplas seperti klorofil a, b, dan karotenoid. Karotenoid meningkat
saat intensitas cahaya tinggi, dan fungsinya dapat melindungi klorofil dari
fotooksidasi (Anni, 2013).
Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan
jumlah stomata lebih banyak tetapi dengan ukuran stomata lebih kecil- kecil. Sebaliknya
intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan proses fotosintesis yang
berlangsung sangat lambat, disebabkan stomata yang menutup karena difusi CO2 lambat,
sehingga secara tidak langsung proses fotosintesis terganggu akibatnya hasil
fotosintat berkurang dan pertumbuhan tanaman terhambat. Kemungkinan proses pembentukan
dan pembelahan sel-sel calon stomata terhambat, sehingga jumlah stomata yang
terbentuk lebih sedikit (Wulandari, 2016).
Selain dari intensitas cahaya, nilai dari
skala BWD juga menjadi penentu dalam pemberian pupuk nitrogen. Oleh sebab itu,
identifikasi sejak dini kecukupan hara N pada tanaman merupakan strategi
penting dalam sinkronisasi kebutuhan N tanaman dengan ketersedian N dalam
tanah, sehingga dapat ditentukan waktu dan takaran pupuk N yang diperlukan. Nilai
BWD cukup baik digunakan untuk memisahkan antara grafik respon kekurangan
dengan kecukupan hara N, karena tingkat akurasinya tinggi pada semua fase pertumbuhan,
terutama pada tanaman jagung (Syafruddin, 2018). Penggunaan nilai SPAD cukup
akurat untuk mengukur tingkat kecukupan hara N pada tanaman padi, gandum,
jagung, sorgum, dan kapas. Tetapi, penggunaan BWD dilakukan pada praktikum kali
ini karena lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan SPAD.
Untuk mengidentifikasi tanaman dalam
kondisi kecukupan atau kekurangan hara N perlu diketahui batas kritis kecukupan
hara tanaman yang diukur dengan klorofil meter atau BWD. Apabila nilai klorofil
meter daun atau BWD lebih kecil dari nilai batas kritis kecukupan hara N maka
tanaman mengalami defisiensi hara N sehingga perlu tambahan pupuk N. Perkiraan
tambahan pupuk nitrogen disajikan dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 4.2 Perkiraan Tambahan N Berdasarkan
Nilai BWD pada Tanaman Jagung
Nilai
BWD (skala) |
Klorofil
Meter (unit) |
Takaran
N (kg/ha) |
|
Hibrida |
Bersari
Bebas |
||
3,5 |
32 |
99 |
85 |
3,6 |
34 |
95 |
80 |
3,7 |
36 |
89 |
74 |
3,8 |
38 |
84 |
69 |
3,9 |
40 |
77 |
63 |
4,0 |
42 |
71 |
56 |
4,1 |
44 |
64 |
49 |
4,2 |
46 |
56 |
41 |
4,3 |
48 |
46 |
28 |
4,4 |
50 |
34 |
8 |
4,5 |
52 |
14 |
- |
4,6 |
54 |
- |
- |
Pada tanaman jagung dengan sinar matahari
skala rata-rata menunjukan nilai 3 maka kemungkinan besar nilai SPAD akan lebih
kecil dari tabel yang ada diatas. Selain itu, takaran pupuk nitrogen akan lebih
besar dari 99 kg/ha pada tanaman jagung hibrida. Pada tanaman jagung dengan
menggunakan naungan, skala menunjukan lebih kecil maka nilai dari SPAD akan
lebih kecil dari sebelumnya, serta penggunaan pupuk juga akan lebih besar
dibandingkan dengan tanaman yang menggunakan sinar matahari.
Pada tanaman kacang hijau, dengan
menggunakan naungan skala menunjukan hasil ukur BWD adalah 3, 3, 3, 4 dan 3,
dengan rata-rata 3,4. Sedangkan pada tanaman kacang hijau yang ditempatkan pada
tempat tanpa naungan skala BWD yang ditunjukan adalah 3, 4, 3, 3 dan 4, dengan
rata-rata 3,2. Pada tanaman kacang hijau, skala BWD menunjukasn hasil lebih
besar dibandingkan dengan tanaman jagung. Hal ini disebabkan karena tanaman
kacang hijau menyerap klorofil yang lebih besar daripada tanaman jagung. Selain
itu, intensitas cahaya matahari yang diserap oleh tanaman kacang hijau lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman jagung. Pengukuran skala BWD pada tanaman
jagung sebenarnya kurang efektif, karena skala BWD biasanya digunakan untuk
mengukur tanaman seperti padi, jagung, dan sorgum. Akan sangat sulit mengukur
BWD pada tanaman kacang hijau karena daunnya yang kecil dan berbeda dengan
bentuk daun jagung yang memanjang.
Pengukuran kadar klorofil pada beberapa
jenis tanaman menggunakan BWD hanya terbatas pada tanaman terstentu saja.
Sedangkan dengan menggunakan SPAD, beberapa jenis tanaman dapat diukur
kandungan klorofilnya. Karena dengan menggunakan SPAD, pengukuran yang
dilakukan akan lebih akurat dan pembacaan skala akan langsung ditunjukan pada
SPAD tersebut. Pengukuran dengan menggunakan SPAD dilakukan dengan langsung
mengarahkan bagian tengah daun ke alat ukur agar bisa melihat skala yang
ditampilkan. Alat ukur SPAD ini akan lebih efektif mengukur kadar klorofil pada
daun tanaman karena skala yang akurat dibandingkan dengan menggunakan BWD.
Alat ukur selanjutnya yaitu,
spektrofotometer yang dapat digunakan untuk mengukur pigmen dengan dideteksi
secara kromatografi untuk bisa melihat jumlah pigmen tertentu pada daun seperti
klorofil. Pengukuran kadar klorofil secara spektrofotometrik didasarkan pada
hukum Lamber – Beer. Beberapa metode untuk menghitung kadar klorofil total,
klorofil a dan klorofil b telah dirumuskan. Beberapa kelompok pigmen ada yang
dapat dilihat dengan mata biasa, dan beberapa senyawa pigment yang lain dapat
dilihat dengan bantuan larutan penyemprot bercak dan dilihat dibawah lampu UV
(Suyitno, 2010).
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari
praktikum acara 5 ini, yaitu:
1.
Pengukuran
tanaman jagung dan tanaman kacang hijau dengan menggunakan BWD pada tempat
dengan naungan dan tanpa naungan memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut
dipengaruhi salah satunya adalah intensitas cahaya matahari. Skala yang
dihasilkan dari pengukuran menentukan jumlah nitrogen yang ditambahkan pada
tanaman tersebut.
2.
Alat
ukur yang digunakan dalam mengukur kadar klorofil tanaman biasa digunakan
adalah SPAD dan BWD. Kedua alat tersebut sering digunakan untuk bisa mengukur
kadar klorofil pada daun dan hubungannya dengan dosis pupuk yang diberikan.
B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya
adalah pengukuran kadar klorofil dengan menggunakan BWD memerlukan keakuratan
yang tepat agar skala yang dihasilkan sesuai dengan keadaan tanaman tersebut.
Selain itu, keterbatasan BWD menjadi kendala dalam penelitian ini karena BWD
yang digunakan berupa sampel foto. Untuk selanjutnya, pengukuran menggunakan
BWD perlu instruksi lebih lanjut agar pengukuran yang dilakukan skalanya akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Ai,
N. S., & Banyo, Y. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator
Kekurangan Air Pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): 166-173.
Anni,
I. A. 2013. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang
Daun (Allium fistulosum L.) di Bandungan, Jawa Tengah. Jurnal Biologi.
2(3): 31-40.
Efendi,
R. 2012. Penentuan Takaran Pupuk Nitrogen pada Tanaman Jagung Hibrida Berdasarkan
Klorofil Meter dan Bagan Warna Daun. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.
31(1): 27-34.
Erythrina.
2016. Bagan Warna Daun: Alat Untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan Nitrogen
Pada Tanaman Padi. Jurnal Litbang Pertanian. 35(1): 1-10.
Hidayah,
F. 2019. Model Prediksi Hasil Panen Berdasarkan Pengukuran Non-Destruktif Nilai.
Klorofil Tanaman Padi. Agritech. 39(4): 289-287.
Kementerian
Pertanian. 2010. Petunjuk Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) pada Tanaman
Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, Nusa Tenggara Barat.
Li,
F. dkk. 2014. Reflectance Estimation Of Canopy Nitrogen Content In Winter Wheat
Using Optimized Hyperspectral Spectral Indices And Partial Least Squares
Regression. Eur. Journal Agron. 52: 198–209.
Prastyo,
K. A., dan Laily, A. N. 2015. Uji Konsentrasi Klorofil Daun Temu Mangga (Curcuma
mangga Val.), Temulawak (Curcuma xanthorrhiza), dan Temu Hitam (Curcuma
aeruginosa) dengan Tipe Kertas Saring yang Berbeda Menggunakan
Spektrofotometer. Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya
Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Sebelas
Maret. 188-191.
Pratama,
A. J., dan Laily, A. N. 2015. Analisis Kandungan Klorofil Gandasuli (Hedychium
gardnerianum Shephard ex Ker-Gawl) pada Tiga Daerah Perkembangan Daun yang
Berbeda. Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Sebelas Maret.
216-219.
Putri,
R. E. dkk. 2016. Variability of Rice Yield With Respect To Crop Health. Jurnal
Teknologi. 78(1): 79−85.
Rahmi,
N. 2017. Kandungan Klorofil Pada Beberapa Jenis Tanaman Sayuran Sebagai
Pengembangan Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Skripsi. Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh.
Susilawati.
2016. Pengaruh Berbagai Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Semai Cempaka (Michelia
champaca L.) di Persemaian. J. Forest Sains. 14(1): 59-66.
Suyitno.
2010. Determinasi Pigmen dan Pengukuran Kandungan Klorofil Daun. Pelatihan
Guru-guru Biologi RSBI D.I.Y. 7 Agustus 2010, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.
Syafruddin.
2018. Penggunaan Bagan Warna Daun untuk Efisiensi Pemupukan N pada Tanaman
Jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(1): 24-31.
Tambunan,
F. 2017. Prakiraan Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah Dengan Metode Bagan
Warna Daun (BWD) di Persawahan Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten
Deli Serdang. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area,
Medan.
Wiraatmaja,
I. W. 2017. Bahan Ajar Suhu, Energi Matahari, dan Air Dalam Hubungan dengan
Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali.
Wulandari,
I. 2016. Pengaruh Naungan Menggunakan Paranet Terhadap Pertumbuhan Serta
Kandungan Klorofil dan Beta Karoten Pada Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir).
Jurnal Biologi. 5(3): 71-79.
No comments :
Post a Comment