Nilai-Nilai Pancasila dalam
Kerangka Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
A. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara
Republik Indonesia
1.
Macam-Macam
Kekuasaan Negara
Secara
sederhana kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
memengaruhi orang lain supaya melakukan tindakan- tindakan yang dikehendaki
atau diperintahkannya. Sebagai contoh, ketika kalian sedang menonton televisi,
tiba-tiba orang tua kalian menyuruh untuk belajar, kemudian kalian mematikan
televisi tersebut dan masuk ke kamar atau ruang belajar untuk membaca atau
menyelesaikan tugas sekolah. Contoh lain dalam kehidupan di sekolah, kalian
datang ke sekolah tidak boleh terlambat, apabila terlambat tentu saja kalian
akan mendapatkan teguran dari guru.
Di
masyarakat, ada ketentuan bahwa setiap tamu yang tinggal di wilayah itu lebih
dari 24 jam wajib lapor kepada Ketua RT/RW, artinya setiap tamu yang datang dan
tinggal lebih dari 24 jam harus lapor kepada yang berwenang. Nah, contoh-contoh
tersebut menggambarkan perwujudan dari kekuasaan yang dimiliki oleh sesorang
atau lembaga. Negara mempunyai kekuasaan, karena pada dasarnya negara merupakan
organisasai kekuasaan. Dengan kata lain, bahwa negara memiliki banyak sekali
kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh
rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan.
Kekuasaan
negara banyak sekali macamnya. Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh
Riyanto (2006:273) bahwa kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam
kekuasaan sebagai berikut.
a. Kekuasaan legislatif,
yaitu kekuasaan untuk
membuat atau membentuk
undang-undang.
b. Kekuasaan
eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan
untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
c. Kekuasaan
federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
Selain
John Locke, ada tokoh lain yang berpendapat tentang kekuasaan negara, yaitu
Montesquieu. Sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006:273).
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk
membuat atau membentuk undang-undang.
b. Kekuasaan
eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.
c. Kekuasaan
yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang- undang, termasuk
kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang- undang.
Pendapat
yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan penyempurnaan dari pendapat John
Locke. Kekuasaan federatif oleh Montesquieu dimasukkan ke dalam kekuasaan
eksekutif, fungsi mengadili dijadikan kekuasaan yang berdiri sendiri. Ketiga
kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga yang berbeda yang sifatnya terpisah. Teori Montesquieu ini
dinamakan Trias Politika.
2.
Konsep
Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Dalam
sebuah praktik ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu
orang saja, terjadi pengelolaan sistem pemerintahan dilakukan secara absolut
atau otoriter. Untuk menghindari hal tersebut perlu ada pemisahan atau
pembagian kekuasaan, agar terjadi kontrol dan keseimbangan di antara lembaga
pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan legislatif, eksekutif maupun
yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja.
Kusnardi
dan Ibrahim (1983:140) menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation
of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah
yang memiliki pengertian berbeda satu sama lainnya. Pemisahan kekuasaan berarti
kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organ
maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga pemegang kekuasaan negara yang
meliputi lembaga legislatif, eksekutif
dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri
sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerja sama. Setiap lembaga menjalankan
fungsinya masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan
adalah Amerika Serikat.
Berbeda
dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam
mekanisme pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi
dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak
dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian-bagian itu
dimungkinkan ada koordinasi atau kerja sama. Mekanisme pembagian ini banyak
sekali dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Mekanisme
pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas
dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horisontal dan pembagian kekuasaan
secara vertikal.
a.
Pembagian
Kekuasaan Secara Horizontal
Pembagian
kekuasaan secara horisontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi
lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horisontal pembagian kekuasaan
negara dilakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara
lembaga- lembaga negara yang sederajat.
Pembagian
kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah
terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang
dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri
atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam
kekuasaan negara.
1)
Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan
untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat
berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”
2)
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan
untuk menjalankan undang- undang dan penyelenggraan pemerintahan negara.
Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat
(1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.”
3)
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan
untuk membentuk undang- undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”
4)
Kekuasaan yudikatif atau disebut
kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.”
5)
Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu
kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan bahwa “untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri.”
6)
Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini
dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa “negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang- undang.”
Pembagian
kekuasaan secara horisontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung
antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah
(Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah
provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat
kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah
Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota) dan DPRD
kabupaten/kota.
b.
Pembagian
Kekuasaan Secara Vertikal
Pembagian
kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan
tingkatannya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan.
Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara
vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota).
Pada
pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang
ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan
pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan
pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari
diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan
asas tersebut, pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada
pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan
mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan
dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan
fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan pemerintah pusat.
B. Kedudukan dan Fungsi Kementerian
Negara Republik Indonesia dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
1.
Tugas
Kementerian Negara Republik Indonesia
Dalam sistem presidensial, kedudukan presiden sangat kuat, karena ia merupakan kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Dengan demikian, seorang Presiden mempunyai kewenangan yang sangat banyak.
Dalam
melaksanakan tugasnya, Presiden Republik Indonesia dibantu oleh seorang wakil
presiden yang dipilih bersamaan dengannya melalui pemilihan umum, serta
membentuk beberapa kementerian negara yang dipimpin oleh menteri-menteri
negara. Menteri-menteri negara ini dipilih dan diangkat serta diberhentikan
oleh presiden sesuai dengan kewenangannya.
Keberadaan
Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 17 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan:
1) Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara.
2) Menteri-menteri
itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden
3) Setiap
menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
4) Pembentukan,
pengubahan, dan pembubaran kementerian negara
diatur dalam undang-undang.
Selain
diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keberadaan kementerian
negara juga diatur dalam sebuah undang-undang organik, yaitu Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.
Undang-undang ini mengatur semua hal tentang kementerian negara, seperti
kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan,
penggabungan, pemisahan atau penggantian, pembubaran/penghapusan kementerian,
hubungan fungsional kementerian dengan lembaga pemerintah non-kementerian dan
pemerintah daerah serta pengangkatan dan pemberhentian menteri.
Kementerian
Negara Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu
dalam pemerintahan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
a. Penyelenggara
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas
pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat
sampai ke daerah.
b. Perumusan,
penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya,
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya,
pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis
dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah dan pelaksanaan
kegiatan teknis yang berskala nasional.
c. Perumusan
dan penetapan kebijakan di bidangnya,
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas
pelaksanaan tugas di bidangnya.
Pasal
17 ayat (3) UUD NRI tahun 1945 menyebutkan bahwa “setiap menteri membidangi
urusan tertentu dalam pemerintahan.” Dengan kata lain, setiap kementerian
negara masing-masing mempunyai tugas sendiri. Adapun urusan pemerintahan yang
menjadi tanggung jawab kementerian negara adalah sebagai berikut.
a. Urusan
pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam
negeri, dan pertahanan.
b. Urusan
pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak
asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan,
industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi,
transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, kelautan, dan perikanan.
c. Urusan
pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program
pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara,
kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan,
lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil
dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan,
dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.
2.
Klasifikasi
Kementerian Negara Republik Indonesia
Pasal
15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah maksimal kementerian negara yang
dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara. Berdasarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.
Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan
pemerintahan yang ditanganinya.
a. Kementerian
yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/ nama kementeriannya secara
tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai
berikut.
1) Kementerian
Dalam Negeri
2) Kementerian
Luar Negeri
3) Kementerian
Pertahanan
b. Kementerian
yang mempunyai tugas penyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk
membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dengan upaya
pencapaian tujuan kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional.
Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan
dalam UUD Tahun 1945 adalah sebagai berikut.
1) Kementerian
Agama
2) Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia
3) Kementerian
Keuangan
4) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
5) Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
6) Kementerian
Kesehatan
7) Kementerian
Sosial
8) Kementerian
Ketenagakerjaan
9) Kementerian
Perindustrian
10) Kementerian
Perdagangan
11) Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.
12) Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
13) Kementerian
Perhubungan
14) Kementerian
Komunikasi dan Informatika
15) Kementerian
Pertanian
16) Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
17) Kementerian
Kelautan dan Perikanan
18) Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi
19) Kementerian
Agraria dan Tata Ruang
c. Kementerian
yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk
membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara serta menjalankan
fungsi perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, dan pengawasan atas
pelaksanaan tugas di bidangnya. Kementerian ini yang menangani urusan
pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program
pemerintah.
1) Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional
2) Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
3) Kementerian
Badan Usaha Milik Negara
4) Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
5) Kementerian
Pariwisata
6) Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
7) Kementerian
Pemuda dan Olahraga
8) Kementerian
Sekretariat Negara
Selain
kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian
koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan
kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya. Kementerian
koordinator, terdiri atas beberapa kementerian sebagai berikut.
a. Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
1) Kementerian
Dalam Negeri
2) Kementerian
Hukum dan HAM
3) Kementerian
Luar Negeri
4) Kementerian
Pertahanan
5) Kementerian
Komunikasi dan Informatika
6) Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
b. Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
1) Kementerian
Keuangan
2) Kementerian
Ketenagakerjaan
3) Kementerian
Perindustrian
4) Kementerian
Perdagangan
5) Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
6) Kementerian
Pertanian
7) Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
8) Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
9) Kementerian
Badan Usaha Milik Negara
10) Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
c. Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
1) Kementerian
Agama;
2) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
3) Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
4) Kementerian
Kesehatan;
5) Kementerian
Sosial;
6) Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
7) Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan
8) Kementerian
Pemuda dan Olahraga.
d. Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman.
1) Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral
2) Kementerian
Perhubungan
3) Kementerian
Kelautan dan Perikanan
4) Kementerian
Pariwisata
3.
Lembaga
Pemerintah Non-Kementerian
Selain
memiliki kementerian negara, Republik Indonesia juga memiliki Lembaga
Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang dahulu namanya Lembaga Pemerintah
Non-Departemen. Lembaga Pemerintah Non- Kementerian merupakan lembaga negara
yang dibentuk untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan
tertentu. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berada di bawah presiden dan bertanggung
jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri
yang terkait.
Keberadaan
LPNK diatur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia, yaitu Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah
Non-Departemen. Berikut ini Daftar Lembaga Pemerintah Non -Kementerian yang ada
di Indonesia.
1)
Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
2)
Badan Informasi Geospasial (BIG).
3)
Badan Intelijen Negara (BIN).
4)
Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah
koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
5)
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), di bawah koordinasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak.
6)
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
7)
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional (BAKOSURTANAL), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
8)
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG).
9)
Badan Narkotika Nasional (BNN).
10)
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB).
11)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT).
12)
Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
13)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),
di bawah koordinasi Menteri Kesehatan.
14)
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN),
di bawah koordinasi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
15)
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP).
16)
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(BAPEDAL), di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup.
17)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
18)
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS),di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
19)
Badan Pertanahan Nasional (BPN), di
bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri.
20)
Badan Pusat Statistik (BPS), di bawah
koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
21)
Badan SAR Nasional (BASARNAS).
22)
Badan Standardisasi Nasional (BSN), di
bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
23)
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di
bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
24)
Badan Urusan Logistik (BULOG), di bawah
koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
25)
Lembaga
Administrasi Negara (LAN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
26)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
27)
Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS).
28)
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP).
29)
Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
30)
Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG), di
bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan, Keamanan.
31)
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
(PERPUSNAS), di bawah koordinasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
C. Nilai-Nilai Pancasila dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan
1.
Sistem
Nilai dalam Pancasila
Sistem
secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan
antara nilai yang satu dan nilai yang lain. Jika kita berbicara tentang sistem
nilai berarti ada beberapa nilai yang menjadi satu dan bersama-sama menuju pada
suatu tujuan tertentu. Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh
mengenai sesuatu yang hidup dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota
masyarakat tentang apa yang dipandang baik.
Pancasila
sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, keadilan. Kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh,
tidak terpisahkan mengacu kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu
sistem nilai termasuk ke dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan
nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.
2.
Implementasi
Pancasila
Nilai-Nilai
Pancasila dijabarkan dalam setiap peraturan perundang- undangan yang telah ada,
baik itu ketetapan, keputusan, kebijakan pemerintah, program- program
pembangunan dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan
penjabaran nilai-nilai dasar Pancasila.
Pancasila
yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang
mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural,
dan dimensi institusional. Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila
mengandung nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara. Hal ini termasuk
pengakuan bahwa atas kemahakuasaan dan curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa
perjuangan Bangsa Indonesia merebut kemerdekaan terwujud. Dimensi kultural
mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan
hidup bernegara, dan sebagai dasar negara. Dimensi institusional mengandung
makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita,
tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Aktualisasi
nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh
meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai
ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara
memiliki keterpautan hubungan dengan Sang Penciptanya. Artinya, di dalam
menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh
terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi
oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhan di dalam pelaksanaan tugasnya.
Hubungan antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama tersebut
sesungguhnya dapat memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran, terutama ketika dia harus melakukan korupsi,
penyelewengan harta negara, dan perilaku negatif lainnya. Nilai spiritual
inilah yang tidak ada dalam doktrin good governance yang selama ini menjadi
panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masa kini.
Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi
Bangsa Indonesia yang seharusnya dapat teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan.
Sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam permusayaratan
perwakilan merupakan gambaran bagaimana dimensi kultural dan institusional
harus dijalankan. Dimensi tersebut mengandung nilai pengakuan terhadap sisi
kemanusian dan keadilan (fairness) yang non- diskriminatif; demokrasi
berdasarkan musyawarah dan transparan dalam membuat keputusan; dan terciptanya
kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu.
Nilai-nilai itu sesungguhnya jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki
dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Tiga
nilai utama yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tersebut di atas
harus senantiasa menjadi pertimbangan dan perhatian dalam sistem dan proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa. Pancasila sebagai falsafah
bangsa dalam bernegara merupakan nilai hakiki yang harus termanisfestasikan dalam
simbol-simbol kehidupan bangsa, lambang pemersatu bangsa, dan sebagai pandangan
hidup bangsa. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah harus
termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya.
Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik
penyelenggaraan pemerintahan yang mengandung makna bahwa ada sumber-sumber
spiritual yang harus dipertimbangkan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat agar tidak terjadi perlakuan yang sewenang dan diskriminatif. Selain
itu, nilai spiritualitas hendaknya menjadi pemandu bagi penyelenggaraan
pemerintahan agar tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan
ketentuan yang sudah digariskan.
3.
Nilai-Nilai
Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
Pengkajian
Pancasila secara filosofis dimaksudkan untuk mencapai hakikat atau makna
terdalam dari Pancasila. Berdasarkan analisis makna nilai-nilai Pancasila
diharapkan akan diperoleh makna yang akurat dan mempunyai nilai filosofis.
Dengan demikian, penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada nilai-nilai
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut.
a. Nilai
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1) Pengakuan
adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
2) Menjamin
penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
3) Tidak
memaksa warga negara untuk beragama, tetapi diwajibkan memeluk agama sesuai
hukum yang berlaku.
4) Atheisme
dilarang hidup dan berkembang di Indonesia.
5) Menjamin
berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama, toleransi antarumat dan
dalam beragama.
6) Negara
memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan menjadi
mediator ketika terjadi konflik antar agama.
b. Nilai
Sila Kemanusian yang Adil dan Beradab
1) Menempatkan
manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makluk Tuhan. Karena manusia mempunyai
sifat universal.
2) Menjunjung
tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, hal ini juga bersifat universal.
3) Mewujudkan
keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal ini berarti bahwa yang dituju
masyarakat Indonesia adalah keadilan dan peradaban yang tidak pasif, yaitu
perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat jika terjadi
penyimpangan-penyimpangan, karena Keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat.
c. Nilai
Sila Persatuan Indonesia
1) Nasionalisme
2) Cinta
bangsa dan tanah air
3) Menggalang
persatuan dan kesatuan bangsa
4) Menghilangkan
penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
5) Menumbuhkan
rasa senasib dan sepenanggulangan.
d. Nilai
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
1) Hakikat
Sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum, yaitu pemerintah dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
2) Permusyawaratan,
artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan
tindakan bersama. Di sini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan putusan
bersama secara bulat.
3) Dalam
melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama. Hal yang perlu diingat bahwa
keputusan bersama dilakukan secara bulat sebagai konsekuensi adanya kejujuran
bersama.
4) Perbedaan
secara umum demokrasi di negara barat dan di negara Indonesia, yaitu terletak
pada permusyawaratan rakyat.
e. Nilai
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1) Kemakmuran
yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan berkelanjutan.
2) Seluruh
kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut
potensi masing-masing.
3) Melindungi
yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.
Sumber
:
Tolib,
dan Nuryadi. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Cetakan
Ke- 1. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud
permisi min numpang share ya :)
ReplyDeletebosan tidak tahu mesti mengerjakan apa ^^
daripada begong saja, ayo segera bergabung dengan kami di
F*A*N*S*P*O*K*E*R cara bermainnya gampang kok hanya dengan minimal deposit 10.000
ayo tunggu apa lagi buruan daftar di agen kami ^^