SENI PERTUNJUKAN
Seni pertunjukan
meliputi seni tari, seni drama, dan seni musik.
1. Seni Tari
Menurut
Curt Sach dalam World History of The Dance, tari adalah gerak yang berirama.
Menurut Corrie Hartong tari adalah gerak gerik badan yang diberi bentuk dan irama
di dalam ruang. Secara sederhana tari adalah ungkapan gagasan atau perasaan
yang estetis dan bermakna yang diwujudkan melalui media gerak tubuh manusia
yang ditata dengan prinsip-prinsip tertentu.
Perkembangan
seni tari di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan kehidupan
masyarakatnya, baik ditinjau dari struk- tur etnik maupun dalam lingkup negara
kesatuan. Perkembangan seni tari Indonesia terbagi atas beberapa periode
sebagai berikut.
a.
Zaman
Pra Sejarah
Bentuk-bentuk
seni pertunjukan pada masa prasejarah masih banyak terdapat di daerah pedalaman
yang terpencil yang diwarnai oleh kepercayaan animisme. Sisa-sisa pertunjukan
yang berbau animisme, penyembahan nenek moyang dan binatang totem, masih bisa
dijumpai di Papua, pedalaman Kalimantan, pedalaman Sumatra, pedalaman Sulawesi,
beberapa daerah di Bali yang disebut Bali Aga atau Bali Mula, seperti Trunyan
dan Tenganan, serta di Jawa. Perwujudan tari pada masa itu diduga merupakan
refleksi dari satu kebulatan kehidupan masyarakat agraris yang terkait dengan
adat istiadat, kepercayaan, dan norma kehidupannya secara turun-temurun
Beberapa
sisa tarian pada masa itu yang kini masih bisa diamati, baik dalam upacara
maupun dalam bentuk tontonan. Misalnya tari Kuda Kepang atau tari Jathilan di
Jawa Tengah, tari Topeng Hudoq dari Kalimantan yang menampilkan gerak tari yang
sederhana dan mengutamakan ekspresi spontan dari pelakunya. Ciri-ciri tersebut
tampaknya merupakan kondisi dasar yang hampir sama di wilayah-wilayah etnik
yang agraris.
b.
Masa
Kerajaan
Masa
kerajaan ini ditandai oleh masuknya pengaruh luar sebagai unsur asing antara
lain kebudayaan Cina, Hindu- Buddha, Islam, dan Barat. Pengaruh kebudayaan Cina
kurang mendapat perhatian oleh para peneliti, karena kemungkinan dasar
kepercayaan yang hampir sama dengan masyarakat pribumi, yaitu percaya kepada
roh-roh leluhur, sehingga kurang begitu nyata pada perubahan sistem
kemasyarakat- annya.
Pengaruh
kebudayaan India (atau Hindu/Buddha) semula berlangsung di Kalimantan dan
Sumatra, tetapi proses akulturasi sangat kuat di Jawa dan Bali. Adegan pengaruh
Hindu-Buddha sangat nyata pada stratifikasi sosial yang hierarkis yang ditandai
dengan adanya sistem kelas sosial, yaitu masyarakat adat atau rakyat dan
masyarakat bangsawan atau istana. Dengan
adanya dua kelas sosial ini maka muncul dua wajah tari yang disebut tari rakyat
dan tari istana atau tari klasik.
Tarian
yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari
seperti Wayang wong dan Bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja
Jawa. Namun selanjutnya Wayang wong lebih berkembang di Keraton Yogyakarta,
sedangkan Bedhaya ketawang berkembang di Keraton Surakarta.
Pengaruh
kebudayaan Islam lebih berkembang di Sumatra. Cerita-cerita yang dibawakan
lewat hafalan dan nyanyian selalu menonjolkan warna Islam secara jelas,
contohnya tari Shaman di Aceh. Tarian ini mengutamakan gerakan dan tepukan
tangan pada badan penari yang dilakukan sambil duduk dengan diiringi vokal yang
mendendangkan syair keagamaan. Selain itu, pengaruh Islam tampak pula pada
tari-tarian di Sumatra Barat, Minangkabau. Ciri khas tarian di Minangkabau
banyak mengolah gerak-gerak beladiri seperti pencak silat. Di daerah pantai
Kalimantan terdapat tarian yang menitikberatkan pada langkah kaki seperti
tari-tarian Melayu.
Pengaruh
kebudayaan Barat dalam bidang tari di istana-istana Jawa berhubungan dengan
lepasnya kekuasaan politik raja kepada pihak Barat, sehingga sejak abad ke-18
sampai awal abad ke-20 keraton hanya berperan dalam pengembangan kebudayaan.
Oleh karena itu berkembang pula ciptaan-ciptaan tari seperti tari Serimpi
(tarian yang ditampilkan oleh empat orang penari wanita). Pertunjukan Wayang
Wong masih dipentaskan sangat meriah sesuai dengan fungsinya sebagai ritual
kenegaraan. Di sisi lain, pengaruh barat ini menyebabkan munculnya tarian di
luar konteks adat. Secara koreografis, pengaruh Barat kurang dapat dilihat
dalam tarian Indonesia.
Kenyataan
ini sangat berbeda dengan bidang musik. Bentuk musik hasil penyesuaian antara
musik rakyat Indonesia dengan pengaruh Barat terdapat pada gambang keromong,
tanjidor, langgam jawa, keroncong, dangdut, dan sebagainya.
c.
Masa
Pasca Kerajaan Hingga Sekarang
Masa
pasca kerajaan terdapat situasi yang cukup menonjol dalam bidang kesenian yang
disebabkan oleh perubahan masyarakat yang agraris-feodal menuju masyarakat
negara kesatuan atau Republik Indonesia yang modern. Kecepatan perubahan
tersebut didukung pula oleh media massa elektronik, seperti televisi.
Modernisasi sangat berkepentingan dengan kecepatan waktu, sehingga situasi ini
menimbulkan seni yang bersifat populer atau seni massa.
Gagasan
”ke-nasional-an” ini muncul berhubungan dengan pergerakan kemerdekaan yang
dimotori oleh para nasionalis. Ternyata gagasan ini berpengaruh pula pada
bidang kesenian. Jika dalam seni musik gagasan ini dituangkan pada pengambilan
unsur- unsur asing (barat) yang di luar konteks Indonesia. Dalam seni tari,
gagasan ini dituangkan dengan jalan, antara lain, penembusan secara sengaja
atas batas-batas kesukuan (etnik), penyederhanaan tari-tari tradisional yang
sudah mapan, dan ramuan unsur-unsur tari berbagai daerah di Indonesia.
Gagasan
ini mendorong saling kenalan budaya antar wilayah etnik. Pada saat ini mulai
terjadi pengkemasan tarian etnik menjadi tari dengan pola gerak standar yang
secara artistik dapat memenuhi kriteria tontonan. Pada saat ini pula terjadi
persentuhan dengan kecepatan waktu.Tari-tarian yang mulai menembus wilayah
etniknya antara lain, tari Jawa, tari Bali, dan tari Minangkabau.
Dalam
seni tari, unsur utamanya adalah gerak, dan unsur terpenting lainnya adalah
irama. Di Indonesia terdapat berbagai macam tari yang berasal dari berbagai
daerah. Berikut akan kalian pelajari satu persatu.
a.
Tari
Saman
Tarian
ini mempunyai komposisi khas, berasal dari beberapa daerah Propinsi Aceh
seperti Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Aceh Barat. Tarian ini dilakukan secara
berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf
tanpa menggunakan alat musik pengiring.
Bentuk
tarian ini banyak memainkan tangan yang ditepuk- tepukkan pada berbagai anggota
badan yang dihempaskan ke berbagai arah dan dipandu oleh seorang pemimpin yang
lazimnya disebut Syeh. Tarian ini mempunyai bentuk sajian dominan berupa gerak
langkah kaki yang lincah seperti berlari, dan sangat dinamis.
Karena
kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawakan/ditarikan oleh kaum pria,
tetapi dalam perkembangannya sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh
penari wanita maupun campuran antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini
ditarikan oleh kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang
sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
b.
Tari
Tor-Tor
Tarian
ini termasuk tari hiburan dari Sumatera Utara. Tari ini disajikan sebagai
hiburan selingan upacara adat. Ragam geraknya sangat sederhana, pola gerak
banyak meniru gerakan binatang, misalnya walang kekek yang dalam bahasa daerah
disebut balanghua. Iringan yang digunakan adalah Gondang Simalungun.
c.
Tari
Sriwijaya
Tarian
ini berasal dari Sumatera Selatan dan merupakan tari tradisi yang saat ini
masih dipercaya sebagai peninggalan kerajaan Sriwijaya. Tarian ini biasanya
digunakan pada acara penyambutan tamu agung kerajaan tersebut.
d.
Tari
Payung
Tari
ini berasal dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Pada dasarnya tarian ini
dibawakan secara berpasangan antara penari pria dan penari wanita, dengan
menggunakan payung. Gerakannya merupakan aspek kehidupan para remaja yang ada
di daerah tersebut. Musik pengiring aslinya menggunakan Talempong dan Saluang,
tetapi pada masa kini sudah banyak diiring dengan instrument Barat, seperti
orkes Melayu. Lagu-lagu yang digunakan untuk mengiringinya pada umumnya lagu
Babindi-Bindi, Singgalang Runtuah, Singgalang Renyai, dan lagu Minang Lenggang.
e.
Tari
Ya-Fatah
Tari
Ya-Fatah merupakan tari rakyat Jambi yang terdapat di desa- desa di sepanjang
aliran sungai Batanghari. Tarian ini merupakan sarana pemikat untuk
mengumpulkan masyarakat dalam upaya penyebaran agama Islam. Selain itu tari ini
juga berfungsi sebagai sebagai pengantar pengantin pria ke tempat pengantin wanita.
f.
Tari
Tabot
Tari
tabot adalah bagian dari upacara Tabot setiap bulan Muharam, berlangsung di
kotamadya Bengkulu. Riwayat Tabot erat hubungannya dengan peringatan wafatnya
cucu Nabi Muhammad SAW.
g.
Tari
Piring
Tari
ini sudah hidup subur di wilayah pesisir selatan dan Sumatera Barat. Penyajian
tari ini dilakukan secara berpasangan maupun kelompok dengan ragam gerakan yang
sifatnya cepat dan dinamis serta diselingi bunyi piring berdetik yang dibawa
oleh para penari. Tarian ini banyak menggambarkan kegembiraan, kebersamaan,
kese- jahteraan, dan kemakmuran rakyat Minangkabau.
h.
Tari
Zapin
Tari
Zapin merupakan jenis tari ketangkasan dan kelincahan gerak yang indah dan
berirama. Tari ini pada mulanya berkembang di kalangan santri terutama sebagai
pengisi waktu senggang mereka setelah selesai mempelajari ilmu agama dan melaksanakan
pekerjaan sehari-hari.
Kalau
ditinjau dari ragam gerak dan komposisinya, dapat diduga tari ini merupakan
penyesuaian tari-tari kepahlawanan dari Timur Tengah, dan masuk ke Indonesia
bersama dengan awal perkembangan agama Is- lam. Gerak tari in terutama
ditekankan pada kelincahan rentak kaki dan kelenturan tubuh melakukan gerak
berputar, maju mundur dengan cepat.
Keharmonisan
tari ini paling nampak jika ditarikan berpasangan atau oleh beberapa penari
yang dijalankan secara serentak dan kompak, cepat, lincah, sehingga mendebarkan
hati yang melihat. Penyajian tari ini bisa berpasangan maupun kelompok yang
disajikan dengan tempo cepat, lincah, yang ditarikan oleh penari pria dengan
mengandalkan irama dari hentakan kaki dan jentikan jari tangan penari tersebut.
i.
Tari
Penggung Cambai
Penggung
artinya pegang, cambai artinya sirih. Tari Penggung Cambai adalah sebuah tarian
rakyat daerah Lampung yang menggambarkan tata kehidupan masyarakat terutama
tata pergaulan muda- mudi yang menjunjung tinggi adat istiadat. Daun sirih
merupakan lambang rasa hormat, hingga sirih (sekapur sirih) sering dipakai
dalam acara menyambut tamu agung atau dalam perjamuan kecil lainnya.
j.
Tari
Cokek
Tarian
ini berasal dari DKI Jakarta yang merupakan tari pergaulan. Tarian ini
ditarikan berpasangan antara laki-laki dengan perempuan dengan iringan khas
musik Jakarta yaitu gamelan Gambang Kromong.
k.
Tari
Gambyong
Tarian
klasik ini berasal dari Surakarta, Jawa Tengah, yang menggambarkan sifat-sifat
wanita yang diungkapkan dalam gerak halus, lembut, lincah, dan terampil namun
sebagai seorang wanita Jawa tetap
menonjolkan keluwesannya. Beberapa contoh tarian ini adalah Gambyong
Gambirsawit, Gambyong Pareanom, dan Gambyong Pangkur.
l.
Tari
Bedaya
Tari
Bedaya merupakan tari kelompok dengan komposisi 9 (sembilan) orang penari
putri. Komposisi ini mengandung cerita tertentu yang sangat simbolik dan tidak
menggunakan dialog. Gerak-geriknya sangat halus dan lembut. Komposisi 9
mempunyai nama sendiri-sendiri, yaitu: Batak, Jangga, Dada, Buncit, Apit
Ngajeg, Apit Wingking, Endel Pojok, Endel Weton Ngajeng, dan Endel Weton
Wingking. Fungsi tari Bedaya adalah
sebagai tari upacara adat kraton, diantaranya Penobatan Raja, Tumbuk
Yuswa (Hari Ulang Tahun).
m.
Tari
Remo
Tarian
ini menggambarkan karakter penari putri (pada umumnya ditarikan oleh pria yang
berbusana putri). Tari in biasa digunakan untuk menyambut tamu. Hadirin yang
datang disambut dengan tarian yang lincah dengan menggunakan permainan
selendang (remong).
Bentuk
tari ini ditandai dengan gerakan lincah dan dinamis. Penari juga membawakan
tembang yang isinya mengucapkan selamat datang kepada para hadirin. Dalam
perkembangan selanjutnya, tari ini tidak ditarikan perempuan saja, tetapi juga
penari pria dengan karakter laki-laki dengan pola gerak gagah. Fungsi tarian
ini adalah hiburan, dan pada umumnya digunakan sebagai pembuka pertunjukan
teater Ludruk.
2. Seni Drama
Istilah
drama berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata dramon yang berarti perbuatan atau
gerak. Jadi, drama berarti seni untuk mengungkapkan pekerti manusia melalui
perbuatan yang dipanggungkan.
Kata/istilah
teater menunjuk pada “seni pertunjukan”. Dalam seni teater kehadiran penonton
memiliki nilai yang sangat penting. Kerjasama antara pelaku teater dan penonton
menjadi inti/hakikat dari pertunjukan teater.
Istilah
teater di Indonesia biasa diartikan sebagai seni pertunjukan yang terfokus pada
cerita, dialog, dan seni peran (acting). Seni teater termasuk dalam seni
multimedia karena menggunakan lebih dari satu media. Seni teater mengungkapkan
maknanya melalui bahasa teatrikal (pengalaman teater). Tujuan utama seni teater
adalah pengalaman dan kenikmatan teatrikal.
Dengan
demikian, secara sederhana dapat kita katakan bahwa seni teater (drama) adalah
ungkapan, gagasan, atau perasaan yang estetis dan bermakna yang diwujudkan
melalui media gerak, suara, dan rupa yang ditata dengan prinsip-prinsip
tertentu.
Seni
drama terbagi menjadi dua macam, yaitu drama tradisional serta drama
modern.Berbagai daerah di Indonesia memiliki bermacam-macam jenis drama
tradisional antara lain sebagai berikut.
·
Lenong ( Betawi )
·
Kethoprak ( Jawa Tengah dan DIY )
·
Ludruk ( Jawa Timur )
·
Cupak Gerantang ( Lombok )
·
Wayang ( Jawa )
·
Arja ( Bali )
Yang
menonjol di antaranya adalah seni pedalangan atau pewayangan. Wayang dalam arti
bahasa berarti bayangan, ialah semacam seni drama, di mana boneka-boneka
digerakkan oleh seorang dalang dan bayangan boneka- boneka itu ditangkap di
atas kelir. Supaya dapat melihat bayangan wayang itu, maka para penonton harus
duduk di belakang layar.
Wayang
pada umumnya dimainkan pada malam hari dengan penerangan lampu minyak kelapa
yang besar, yang disebut “blencong”. Pertunjukan wayang pada awalnya adalah
upacara pemujaan arwah nenek moyang. Boneka wayang adalah lukisan dari nenek
moyang yang arwahnya dihadirkan dalam upacara itu.
Dalam
peranannya wayang adalah perantara (medium) antara dunia nyata dengan alam
gaib. Tugas dalang adalah sebagai “syaman”. Upacara pertunjukan wayang
mula-mula selalu diadakan di ruangan yang suci dalam rumah orang Jawa yang
disebut pringgitan. Ruangan tersebut berada di perbatasan antara pendapa dalem.
Sebelum pertunjukan wayang dimulai terlebih dahulu dalang mengadakan upacara
keagamaan dengan membakar dupa dan memberikan sesaji.
Pertunjukan
wayang sebagai upacara keagamaan disertai dengan musik gamelan yang disesuaikan
dengan keadaan alam. Misalnya antara jam 6 sore dan 9 malam bunyi gamelan
mengikuti bunyi-bunyian dalam alam yang sedang istirahat menuju ke suasana akan
tidur, jadi menyerupai suara angin. Antara jam 9 malam dan jam 2 malam, alam
tidur nyenyak maka suara gamelan menjadi lebih berat dan lebih mendalam. Antara
jam 2 malam dan jam 6 pagi alam menuju ke suasana bangun, maka bunyi gamelanpun bertambah ramai dan suaranya keras.
Adapun
jenis-jenis wayang dan ceritera yang dipertunjukkannya adalah sebagai berikut.
a.
Wayang
Kulit
Terbuat
dari kulit binatang seperti sapi dan kerbau. Wayang kulit juga dinamakan wayang
purwa. Kata purwa berasal dari bahasa Sansakerta parwa yaitu bagian dari buku
Mahabharata.
Cerita
wayang kulit diambil dari kitab Mahabharata dan Ramayana, tetapi ceritanya
sudah disesuaikan dengan suasana dan kepribadian Indonesia. Sebagai contoh
adalah terdapat punakawan (semar, gareng, petruk, dan bagong) yang tidak
terdapat dalam Mahabharata dan Ramayana asli.
b.
Wayang
Beber
Sumber
ceritera tetap dari Ramayana dan Mahabharata, tetapi tiap adegan dilukis di
kain yang dapat digulung dan dibuka (dibeber). Dalang akan menceritakan
jalannya adegan-adegan itu diiringi gamelan.
c.
Wayang
Krucil (Wayang Klitik)
Disebut
demikian karena bentuknya yang lebih kecil dari wayang purwa. Cerita yang
dimainkan adalah cerita-cerita dari zaman Majapahit, tetapi cerita-cerita Menak
pun juga sering dimainkan.
d.
Wayang
Gedog
Bentuknya
seperti wayang kulit, tetapi bahannya dari kayu. Ceritanya diambil dari zaman
Kediri dan Jenggala (cerita panji). “Gedog” artinya kandang kuda, disebut
wayang gedog sebab banyak tokohnya yang namanya memakai kata “kuda,” misalnya
Panji Kudawanengpati.
e.
Wayang
Golek
Wayang
golek terbuat dari boneka kayu yang dikombinasi dengan kain sebagai pakaiannya.
Cerita yang dimainkan mengambil cerita kesusasteraan Islam seperti
cerita-cerita Menak. Wayang golek terkenal di daerah Jawa Barat. Musik
pengiringnya gamelan diiringi vokal pesinden.
f.
Wayang
Orang
Sumber
cerita diambil dari Ramayana dan Mahabharata. Para pelakunya adalah orang-orang
yang berpakaian seperti wayang. Para pemain dapat berdialog langsung sesuai
jalannya cerita. Dalang dalam berindak juga sebagai sutradara. Iringan musiknya
adalah gamelan.
g.
Wayang
Suluh
Muncul
sejak zaman Jepang dengan maksud memberi penerangan (penyuluhan) kepada rakyat.
Sumber cerita diambil dari zaman berdirinya Republik Indonesia dan masa perang
kemerdekaan. Tokoh- tokoh wayang bentuknya seperti manusia zaman sekarang,
termasuk cara berpakaiannya.
3. Teater Rakyat atau Teater
Tradisional
Di
wilayah Indonesia, kita kenal berbagai jenis seni pertunjukan yang lazim
disebut ’teater tradisional’ (telah mentradisi), ’teater rakyat’ (karena
merakyat) atau ’teater daerah’ (berciri khas daerah). Secara konvensional, yang
dimaksud teater daerah terbatas pada seni pertunjukan yang memiliki ciri khas
daerah tertentu,
Beberapa
contoh jenis teater rakyat, teater daerah, atau teater tradisional di Indonesia
antara lain Bangsawan (Sumatra Utara), Randai (Sumatra Barat), Dermuluk
(Sumatra Selatan), Makyong, Mendu (Riau, Kalimantan Barat), Mamanda (Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur), Ubrug, Longser, Bonjet (Jawa Barat), Lenong,
Topeng, Blantik (Batawi), Mansres (Indramayu), Sintren (Cirebon), Kethoprak
(Yogya, Solo, Jawa Tengah, Jawa Timur), Wayang (Kulit atau Purwa, Orang,
Topeng, Golek, Sungging, Gedog, Kidang Kencana, Menak; Klitik atau Krucil,
Kulit Perjuangan, Kulit Kancil, Potehi, Cina, atau Thithi, Beber, Madya,
Tasripin, Suluh, Wahana, Pancasila, Wahyu) tersebar hampir di seluruh Jawa,
Dadung Awuk (Yogya), serta Kuda Lumping (Yogya, Solo, Jawa Tengah).
4. Seni Pertunjukan Modern
Seni
pertunjukan modern tidak kalah beragam dari seni pertunjukan tradisional,
bahkan ada kecenderungan bahwa seni pertunjukan modern telah menggusur tempat
seni pertunjukan tradisional di hati masyarakat. Misalnya saja, teater, opera,
film, sinetron, telenovela dan beragam acara yang ditayangkan di televisi
lainnya. Inilah yang dihasilkan oleh perkembangan teknologi informasi dengan
berkuasanya media elektronik yang tidak mengharuskan pemirsa untuk mendatangi
tempat pertunjukan secara langsung. Jumlah pemirsa atau audience yang dirangkum
pun relatif lebih banyak apabila melalui media televisi.
Sumber
:
Lestari,
Puji. 2009. Antropologi Untuk SMA/MA
Kelas XII Program Bahasa. Jakarta: CV HaKa MJ
Dyastriningrum.
2009. Antropologi Untuk SMA/MA Kelas XII
Program Bahasa. Jakarta : PT. Cempaka Putih
No comments :
Post a Comment