Kata
“seni” adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun
dengan kadar pemahaman yang berbeda. Kata seni berasal dari kata ”sani” yang
kurang lebih artinya ”jiwa yang luhur atau ketulusan jiwa”. Menurut kajian ilmu
di Eropa, seni disebut ”art” (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah
barang/ atau karya dari sebuah kegiatan.
Menurut
Suharto Rijoatmojo dalam buku Ethnologie, kesenian adalah segala sesuatu
ciptaan manusia untuk memenuhi atau untuk menunjukkan rasa keindahan. Keseniaan
merupakan hasil dari unsur budaya manusia, yaitu rasa.
Definisi
kesenian lainnya adalah menurut Alexander Alland, sebagaimana yang dituliskan
oleh Marvin Harris. Ia menyatakan bahwa kesenian adalah bermain dengan
menghasilkan bentuk transformasi representatif yang estetik. Pendapat
tersebut,dapat dijabarkan berikut ini. Bermain adalah kesenangan, aspek
aktivitas kepuasan yang tidak dapat diukur. Bentuk adalah bangunan yang
dibentuk pada waktu dan ruang bermain di dalam kesenian. Estetik adalah eksistensi
kapasitas manusia secara universal sebagai suatu apresiasi emosi dan
kesenangan. Adapun perwujudan transformasi adalah aspek komunikasi suatu
kesenian. Kesenian selalu mewakili sesuatu dan mengomunikasikan informasi.
Komunikasi di dalam kesenian berbeda dengan komunikasi lain. Komunikasi di
dalam kesenian harus diubah ke dalam bentuk kiasan atau pernyataan simbolik.
Semua
bentuk kesenian pada zaman dahulu selalu ditandai dengan kesadaran magis karena
memang demikian awal kebudayaan manusia. Dari kehidupan yang seder- hana yang
memuja alam sampai pada kesadaran terhadap keberadaan alam.
SENI RUPA
Seni
rupa merupakan cabang seni yang membentuk karya seni yang bisa ditangkap oleh
mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan
yang diberikan oleh seni rupa merupakan
hasil olahan dari konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan
pencahayaan dengan acuan estetika. Secara kasar, terjemahan seni rupa dalam
bahasa Inggris adalah fine art. Namun, sesuai perkembangan seni modern istilah
ini menjadi lebih khusus kepada pengertian seni rupa murni. Hal ini untuk
membedakan dengan istilah seni kriya atau visual arts.
Apabila
dilihat dari ukurannya, seni rupa dapat berbentuk dua dimensi atau tiga
dimensi. Seni rupa dua dimensi terdiri atas satuan panjang dan lebar, misalnya
lukisan atau kartun. Sedangkan seni rupa tiga dimensi terdiri atas ukuran
panjang, lebar, dan tinggi misalnya patung dan kerajinan.
1.
Seni
Lukis
Seni
lukis merupakan salah satu induk dari seni rupa. Seni lukis meru- pakan suatu
pengembangan yang lebih utuh dari gambar. Semua kebudayaan di dunia mengenal
seni lukis. Ini disebabkan lukisan atau gambar sangat mudah dibuat. Sebuah
lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana
seperti arang, kapur, atau bahan lainnya.
Salah
satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah
dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan
daun-daunan atau batu mineral berwarna.Hasilnya adalah jiplakan tangan
berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini.
Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang
lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni
keramik.
a.
Perkembangan
Seni Lukis
·
Seni Lukis Zaman Prasejarah
Seni
lukis terkait erat dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah
menunjukkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah
membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting
dari kehidupan mereka. Hampir semua masyarakat
di dunia mengenal seni lukis. Hal ini disebabkan karena lukisan atau
gambar sangat mudah dibuat. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan
menggunakan bahan dan alat yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya.
Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang- orang yang
tinggal di gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, kemudian me-
nyemburkannya dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya
adalah jiplakan tangan berwarna-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa
dilihat hingga saat ini. Cara mudah seperti ini memungkinkan gambar (dan
selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa
lain seperti seni patung dan seni keramik.
Seperti
gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai,
kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini
disebut juga dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar).
Seiring
dengan perkembangan peradaban, nenek moyang manusia semakin mahir membuat
bentuk dan menyusunnya dalam gambar, sehingga secara otomatis karya-karya
mereka mulai membentuk semacam komposisi rupa dan narasi (kisah/cerita).
Objek
yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan
objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk
dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Hal ini disebut
citra dan sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya,
gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besarnya
dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh
pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan
dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi
berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.
Pencitraan ini menjadi sangat penting karena juga dipengaruhi oleh imajinasi.
Dalam perkembangan seni lukis, imajinasi memegang peranan penting hingga kini.
Pada
mulanya, perkembangan seni lukis sangat terkait dengan perkembangan peradaban
manusia. Sistem bahasa, cara bertahan hidup (memulung, berburu dan memasang
perangkap, bercocok- tanam), dan kepercayaan (sebagai cikal bakal agama) adalah
hal-hal yang mempengaruhi perkembangan seni lukis. Pengaruh ini terlihat dalam
jenis objek, pencitraan, dan narasi di dalamnya. Pada masa- masa ini, seni
lukis memiliki kegunaan khusus, misalnya sebagai me- dia pencatat (dalam bentuk
rupa) untuk diulangkisahkan. Saat-saat senggang pada masa prasejarah salah
satunya diisi dengan menggambar dan melukis. Cara berkomunikasi dengan
menggunakan gambar pada akhirnya merangsang pembentukan simbol-simbol gambar
yang kemudian disederhanakan dan dibakukan.
Pada
satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah
yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan.
Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan
rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk
dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam citarasa keindahan
dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu, sehingga mereka menjadi semakin
ahli. Mereka adalah seniman- seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat
itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai menjadi kegiatan seni.
·
Perkembangan Seni Lukis Zaman Klasik
Seni
lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan mistisisme (sebagai
akibat belum berkembangnya agama), serta pro- paganda (sebagai contoh grafiti
di reruntuhan kota Pompeii). Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru
semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam.
Hal
ini merupakan akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran
bahwa dalam banyak hal seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada
kata-kata. Selain itu, kemampuan manusia untuk menetap secara sempurna telah
memberikan kesadaran tentang pentingnya keindahan dalam perkembangan peradaban.
·
Perkembangan Seni Lukis Zaman Pertengahan
Sebagai
akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis
mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai
sihir yang bisa menjauhkan manusia dari
pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan
dengan realitas. Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan
realisme, sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan
“bagus”. Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi.
Sebagai
akibat pemisahan ilmu pengetahuan dari kebudayaan manusia, perkembangan seni pada masa ini mengalami
kelambatan hingga dimulainya masa renaissance.
·
Perkembangan Seni Lukis Zaman
Renaissance
Berawal
dari kota Firenze, setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ahli sains dan
kebudayaan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium menuju ke daerah
semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai
kota Firence terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya
menghasilkan banyak sumbangan terhadap
kebudayaan baru Eropa.
Seni
rupa menemukan jiwa baru- nya dalam kelahiran kembali dari zaman klasik. Sains
di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut
kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Selanjutnya pengaruh seni di kota
Firenze menyebar ke seluruh Eropa
termasuk Eropa Timur. Tokoh yang banyak dikenal pada masa ini antara
lain: Leonardo da Vinci, Michaelangelo, Raphael, dan lain-lain.
b.
Sejarah
Perkembangan Seni Lukis di Indonesia
Seni
lukis modern di Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di
Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa
Barat pada zaman itu adalah aliran romantisme, maka banyak pelukis Indonesia
yang terpengaruh dan ikut mengembangkan aliran ini.
Awalnya
pelukis Indonesia tidak lebih hanya sebagai penonton atau asisten. Hal ini
disebabkan karena pendidikan kesenian
merupakan hal yang dianggap mewah dan sulit untuk dikerjakan oleh penduduk pribumi, karena harga alat
lukis sangat mahal sehingga penduduk
atau rakyat biasa sulit untuk meraih hal itu.
Salah
seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari cara melukis gaya Eropa
yang dipraktekkan oleh pelukis Belanda adalah Raden Saleh Syarif Bustaman.
Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil
menjadi pelukis yang disegani dan
menjadi pelukis istana di beberapa negara Eropa.
Era
revolusi di Indonesia telah membuat banyak pelukis di Indone- sia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah kerakyatan. Hal ini dapat dilihat
pada potret nyata kehidupan masyarakat
kelas bawah dan perjuangan menghadapi penjajah. Disamping itu, alat lukis
seperti cat dan kanvas yang semakin sulit diperoleh membuat lukisan Indonesia
cenderung ke bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan lukisan
abstraksi.
c.
Aliran-aliran
Seni Lukis
Ada beberapa aliran seni lukis yang kita
kenal yaitu :
·
Surrealisme
Lukisan dengan aliran
ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui dalam mimpi.
Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah
setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa
dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.
·
Impressionisme
Pada
awal menjamurnya lukisan studio, pelukis mendefinisikan im- age sebagai
pantulan cahaya dari setiap bagian benda. Setiap bagian terkecil akan
memantulkan cahaya yang berbeda, dan cahaya ini akan ditangkap mata kemudian
diinterpretasikan otak sebagai bentuk-bentuk tertentu.
Pelukis
pada zaman tersebut menafsirkan benda sebagai kumpulan pantulan cahaya yang
berbeda. Karena itu bentuk suatu benda tidak harus dibentuk dengan garis,
bidang, ataupun volume, melainkan pantulan cahaya sejenis yang berkumpul dan
memberi kesan adanya benda. Karena itu untuk mendapakan lukisan yang baik,
pelukis harus memperhitungkan arah datangnya sinar, jenis cahaya, dan reaksi
pigmen benda terhadap cahaya. Hal ini membuat kegiatan melukis pada masa ini
lebih sebagai kegiatan fotografi secara manual.
Kegiatan
ini hanya bisa dipraktekkan di dalam studio. Saat teori ini dibawa ke lapangan,
cahaya tidak lagi bisa diprediksi (sebagai akibat pergerakan matahari,
perubahan cuaca, dan sebagainya).
Adalah
mustahil untuk mendapatkan lukisan mendetail jika waktu pembuatannya lebih dari
beberapa jam (bisa dibayangkan lukisan yang dibuat dari waktu pagi hingga sore
hari dengan teori ini), sehingga pelukis terpaksa menyederhanakan objek lukisan
menjadi hanya kesan-kesan cahaya tertentu yang ditangkap mata. Bentuk dan
ketelitian tidak lagi menjadi penting.
·
Naturalisme
Merupakan
aliran paling popular dalam seni lukis. Aliran ini menyajikan bentuk objek
sesuai kenyataan sebenarnya dan banyak menyajikan tema-tema alami.
·
Kubisme
Adalah
aliran yang cenderung me lakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam
bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu tokoh
terkenal dari aliran ini adalah Pablo Picasso.
·
Romantisme
Merupakan
aliran tertua dalam sejarah seni lukis modern Indo- nesia. Lukisan dengan
aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap
objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar
belakang lukisan.
Romantisme
dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan
kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi galeri di zaman kolonial. Salah
satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden Saleh.
·
Ekspresionisme
Adalah
aliran di dalam seni lukis yang mengolah setiap unsur seni agar memperlihatkan
emosi pelukis secara efektif. Kemiripan bentuk masih bisa hadir di dalam
lukisan, tetapi tidak memainkan peranan penting.
·
Realisme
Adalah
kecenderungan dalam seni lukis untuk berusaha meniru bentuk di alam nyata
semirip mungkin. Pada awal perkembangan seni lukis, realisme adalah tujuan
utama untuk mendapatkan lukisan yang indah. Namun sejalan dengan perkembangan
pengetahuan manusia, realisme mulai ditinggalkan dan manusia lebih banyak
mengeksplorasi unsur warna, komposisi, garis, dan luminasi dibandingkan unsur
bentuk, sehingga melahirkan abstraksi (pemisahan unsur bentuk dari suatu objek
di dalam lukisan).
·
Abstraksi
Adalah
mengesampingkan unsur bentuk dari lukisan. Abstraksi berarti tindakan
menghindari peniruan objek secara mentah. Unsur yang dianggap mampu memberikan
sensasi keberadaan objek diperkuat untuk menggantikan unsur bentuk yang
dikurangi porsinya.
d.
Pelukis-Pelukis
Indonesia
Pelukis-pelukis
Indonesia yang kita kenal antara lain :
Ø Affandi
Ø Kartika
Affandi
Ø Basuki
Abdullah
Ø Sapto
Hudoyo
Ø Djoko
Pekik
Ø Amri
Yahya
Ø Raden
Saleh
2.
Seni
Patung
Seni
rupa bangsa Indonesia dalam bentuk patung berasal pada masa megalitik yang
beberapa tradisinya masih bertahan hingga saat ini. Patung-patung pada masa
prasejarah umumnya melambangkan kesuburan, nenek moyang, atau pendiri kerajaan.
Beberapa contoh patung tradisional adalah patung leluhur dari Pulau Nias yang
memiliki ciri-ciri naturalis, wajah yang cenderung persegi, hidung persegi, dan
telinga seperti dayung.
Di
daerah Batak, yang paling terkemuka adalah pahatan kubur yang disebut
Penunggang Batu, monumen kubur yang menggambarkan sosok sedang duduk menunggang
kuda, gajah, singa, atau bentuk-bentuk gaib. Di Kalimantan, berbagai ragam dan
daya khayal patung dihasilkan oleh masyarakat Dayak. Tujuannya memeringati
masyarakat yang sudah meninggal atau upacara pengayuan. Sedangkan di papua,
suku Asmat menghasilkan patung-patung sosok leluhur dan diletakkan di rumah
adat yang disebut Tiang Mbis.
Pada
era modern saat ini, para pematung sudah bekerja dengan berbagai media atau
bahan. Patung-patung yang dihasilkan merupakan sarana mengungkapkan gagasan
yang bentuknya telah diperhitungkan.
a.
Pertumbuhan
Seni Patung
Pertumbuhan
seni patung sebenarnya telah ada sejak kehidupan bangsa-bangsa kuno. Di Yunani
terdapat patung Dewa Zeus yang dipuja oleh masyarakat Yunani.
Demikian
pula di Indonesia terdapat patung-patung dewa agama Hindu seperti patung Siwa
Mahadewa, patung Siwa sebagai Mahaguru, dan patung Siwa sebagai Mahakala serta
patung-patung agama Buddha yang kita kenal sebagai Dhyani Buddha yang sangat besar dan megah. Di daerah-daerah
yang terkena pengaruh agama Hindu dan Buddha patung- patung tersebut berada
dalam candi-candi, seperti candi
Prambanan dan Borobudur.
Di
daerah-daerah yang tidak terkena pengaruh agama Hindu, seni patung merupakan
kelanjutan seni patung zaman prasejarah. Seni patung tersebut banyak
berhubungan dengan kepentingan keagamaan/ religi daerah setempat yang berakar
dari zaman sebelumnya. Salah satu contohnya adalah patung-patung pemakaman
daerah Toraja yang melukiskan orang-orang yang sudah meninggal dunia, patung
Totem dari suku Dayak dan suku Asmat (Papua Selatan), serta burung Enggang yang
merupakan lambang dari arwah (Kalimantan). Maka dapat disimpulkan bahwa
patung merupakan sarana untuk penghormatan, pemujaan, dan upacara
keagamaan. Dengan demikian seni patung memiliki nilai budaya yang cukup tinggi
dalam kehidupan bangsa-bangsa kuno di dunia maupun di Indonesia.
b.
Bentuk
Patung
·
Tradisional
Bentuk
patung tradisional di Indonesia digarap oleh sebagian kelompok masyarakat Bali
kini. Hal ini disebabkan karena kehidupan masyarakat Bali tidak banyak berubah
terutama dalam hal kepercayaan masyarakatnya yang mayoritas beragama Hindu.
Perkembangan bentuk seni patung tradisional di Bali dirintis oleh I Nyoman
Tjokot yang dibina oleh seniman R. Bonnet dan Walter Spies sekitar tahun
1940-an. Tema patung di Bali masih tetap mengambil dari Ramayana dan
Mahabarata, disamping tema keagamaan, misalnya penggambaran surga dan neraka.
·
Modern
Pertumbuhan
patung modern di Indonesia ditandai dengan kecenderungan patung figuratif,
salah satunya dengan munculnya patung potret diri atau sosok-sosok manusia
tertentu yang dipatungkan. Umumnya patung semacam ini ditampilkan dalam ukuran
setengah dada atau sebatas kepalanya saja. Salah satu contohnya adalah patung
karya S. Sudjojono berjudul Potret Pejuang tahun 1953.
Masih
banyak karya lain yang dihasilkan oleh seniman-seniman patung di Indonesia,
seperti karya G. Sidharta Tiang Berulang
(1973) dan Tiang Kehidupan (1978). Patung karya Sidharta ini memadukan dua
kekuatan yaitu aspek narasi (cerita) dengan kekuatan formal seni patung.
c.
Jenis-Jenis
Patung
·
Figure: patung yang menggambarkan bagian
tubuh manusia secara utuh, dari kaki sampai kepala.
·
Buste: patung dada yang hanya
menggambarkan bagian kepala sampai dada atau hanya dada saja.
·
Torso: patung badan atau gembung saja
tanpa kepala dan tanpa anggota badan.
d.
Fungsi
Patung
·
Sebagai simbol.
·
Sebagai imitasi atau representasi bentuk
asli.
·
Kristalisasi perasaan yang disebarkan.
·
Sebagai benda pendukung upacara religi.
3.
Seni
Ukir
Seni
ukir diartikan sebagai ragam hias yang bersifat kruwikan, buledan,
sambung-menyambung, dan merupakan bentuk lukisan yang indah. Bertolak dari pengertian tersebut, maka seni
ukir sebenarnya adalah hasil suatu gambaran yang dibuat oleh manusia pada suatu
permukaan yang dikerjakan sedemikian rupa dengan alat-alat tertentu sehingga
permukaaan yang asal mulanya rata menjadi tidak rata (kruwikan dan buledan).
Dengan demikian ciri utama suatu ukiran adalah membuat suatu permukaan menjadi
tidak rata.
a.
Latar Belakang
Seni Ukir di Indonesia
Kehadiran
seni ukir di Indonesia sebenarnya telah tumbuh pada zaman purba ketika kesenian
Indonesia menerima unsur-unsur seni Hindu. Dalam perkembangan waktu yang cukup
lama, seni ukir menjadi milik bangsa Indonesia dan diwujudkan dalam mengisi
dinding-dinding arsitekturnya. Hal ini dapat dilihat pada seni bangunan
percandian yang memiliki karya-karya batu ornamentik yang indah.
Menurut
Van den Berg dan Kroskamp, seni arca berasal dari bangsa Hindu, tetapi mereka
mengatakan bahwa yang membuat candi dan arca di Dieng adalah orang Jawa
sendiri. Seniman tersebut menciptakan bangunan di Dieng berdasarkan pengetahuan
dari guru-guru mereka yang berasal dari India. Dengan demikian seni bangunan
dan seni arca yang ada di Indonesia mempunyai corak tersendiri sebagai hasil
dari kreativitas orang Indonesia.
Usaha
pemeliharaan dan pengembangan seni ukir klasik ini dipertahankan terus dari
bentuk serta keindahannya, sehingga mencapai puncak perkembangannya pada zaman
keemasan kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Hal ini dapat diketahui dari berita
perjalanan Hayam Wuruk yang ditulis oleh pujangga Prapanca yang berbunyi antara
lain, bahwa dalam perjalanan tersebut Hayam Wuruk telah mengunjungi beberapa
tempat suci seperti candi Penataran yang didirikan di lereng gunung Kelud. Pada
dinding candi tersebut terdapat relief tokoh pewayangan dan juga banyak arca
yang indah.
Sejalan
dengan masa suramnya kerajaan Majapahit, berkembanglah agama Islam serta
peradabannya di Jawa, khususnya di pantai utara Jawa. Bila pertumbuhan seni
ukir diawali dengan masuknya agama Hindu di Jawa, maka berkembangnya seni ukir
seiring dengan berkembangnya kebudayaan Islam yang berpusat di kesultanan Demak
melalui proses akulturasi. Walaupun kerajaan Majapahit mengalami masa surut,
namun tidak berarti membawa runtuhnya seni hias klasik di Jawa, bahkan ia
merupakan awal dari perkembangan baru kebudayaan zaman madya dengan bentuknya
yang khusus terutama adanya pengaruh agama Islam.
Dalam
banyak hal kebudayaan Islam memang sangat ber- pengaruh terutama dalam
pelarangan mewujudkan bentuk-bentuk figur ataupun makhluk hidup dalam setiap
unsur ukiran. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya bentuk-bentuk yang telah
distilir dari makhluk hidup tersebut. Pengaruh Islam juga menyebabkan seni
patung tidak berkembang di Jepara, sehingga terjadi perbedaan yang nyata antara
perkembangan seni ukir di Jepara dengan seni ukir yang berkembang di Bali.
b.
Jenis-Jenis
Motif Hias
·
Motif Hias Percandian
Lambang
kesuburan, terdapat pada Candi Prambanan. Bentuk plot mengekspresikan
sulur-suluran dan bunga.
Motif
tumbuh-tumbuhan sebagai lambang kesuburan terdapat di Candi Kalasan (Jawa
Tengah)
·
Motif Hias Kedaerahan
Kiri
menurun: motif hias Pekalongan, Cirebon, Yogyakarta, Jepara. Kanan menurun:
motif hias Majapahit, Pajajaran, Bali, Surakarta.
4.
Seni
Kerajinan
Seni
rupa Indonesia juga menghasilkan seni kerajinan yang memiliki manfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Beberapa bentuk kerajinan adalah seni anyam, tenun,
tembikar, kerajinan kayu,hingga seni sesaji.
a.
Seni
Anyam
Seni
anyam merupakan kerajinan kesukuan yang umumnya dilakukan penduduk pedesaan di
Indonesia. Kerajinan itu, telah menyatu dengan kegiatan keseharian masyarakat
tradisional dalam menghasilkan barang keperluan sehari-hari. Seni mengayam
tidak memerlukan peralatan yang rumit dan bahannya ditemukan berlimpah di desa.
b.
Tembikar
Indonesia
memiliki kekayaan tradisi pembuatan tembikar sejak masa prasejarah. Tradisi itu
telah memenuhi kebutuhan masyarakat atas perkakas sehari-hari dan benda-benda
upacara. Desa tembikar tradisonal ditemukan di seluruh Indonesia kecuali di
Papua.
c.
Kerajinan
Kayu
Persediaan
kayu yang melimpah di Indonesia sejak dahulu kala menyediakan bahan mentah bagi
kerajinan kayu. Di antara barang-barang kerajinan kayu yang penting dalam
kehidupan sehari-hari adalah perabot rumah tangga, benda penghias, dan benda
pelengkap.
Sumber
:
Lestari,
Puji. 2009. Antropologi Untuk SMA/MA
Kelas XII Program Bahasa. Jakarta: CV HaKa MJ
Dyastriningrum.
2009. Antropologi Untuk SMA/MA Kelas XII
Program Bahasa. Jakarta : PT. Cempaka Putih
permisi min numpang share ya :)
ReplyDeletebosan tidak tahu mesti mengerjakan apa ^^
daripada begong saja, ayo segera bergabung dengan kami di
F*A*N*S*P*O*K*E*R cara bermainnya gampang kok hanya dengan minimal deposit 10.000
ayo tunggu apa lagi buruan daftar di agen kami ^^