Pages

Wednesday, February 8, 2017

Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara



MAKALAH SEJARAH INDONESIA
“CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT PRAAKSARA”

KELAS               : X MIPA 5
KELOMPOK 5    : 1. DEDEN IHSAN FAUZI
                     2. ELIA KAPELIAWATI
                     3. RANI SHELFIA P.
                     4. M. RAIHAN I.
                     5. SILNA SETIAWATI
                     6. FAHRUL ROHMAN


Pemerintahan Kabupaten Ciamis
SMA NEGERI 2 CIAMIS
Jln. K.H. A. Dahlan No. 2 tlp. 771709 Ciamis
Tahun Pelajaran 2016/2017



LEMBAR PENGESAHAN

Kelompok : 5 / X MIPA 5
DEDEN IHSAN FAUZI
ELIA KAPELIAWATI
FAKHRUL ROHMAN
MUHAMMAD RAIHAN INDRAGUNA
RANI SHELFIA PRATIWI
SILNA SETIAWATI

Mengesahkan :



Wali Kelas                                  Guru Mata Pelajaran PPKn



              
NIP :                                                       NIP:


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang  telah memberikan rahmat, serta karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah sederhana ini.
Selain itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1.    Ibu Yanti Damayanti S.Pd. selaku wali kelas X MIPA 5.
2.    Bapak Drs. Fadjar selaku guru bidang studi Sejarah sekaligus guru pembimbing.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dimana pelajaran Sejarah. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat menyadarkan para siswa atau siswi SMA NEGERI 2 CIAMIS mengetahui tentang Corak Kehidupan Masyarakat Pra Aksara.

                                                                        Ciamis, 10 Agustus 2016



Penulis



DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................. ii
KATA PENGANTAR........................................................................ iii
DAFTAR ISI...................................................................................... iv
BAB I PEDAHULUAN
A.   Latar Belakang.......................................................................... 1
B.   Rumusan Masalah..................................................................... 2
C.   Tujuan....................................................................................... 2
D.   Manfaat..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian Masa Praaksara....................................................... 3
B.   Pola Hunian Masa Praaksara.................................................... 3
C.   Perkembangan Ekonomi Masyarakat Praaksara....................... 7
D.   Sistem Kepercayaan Pada Masa Praaksara.............................. 11
BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan.............................................................................. 14
B.   Saran........................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA




BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Manusia yang hidup pada zaman Praaksara sekarang sudah berubah menjadi fosil. Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan - penemuan fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala itu. Penemuan - penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Indonesia banyak menyumbang fosil manusia - manusia purba.
Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang ditemukan. Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, dimana mereka tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai pengertian manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan homo sapiens serta kehidupannya pada masa itu.
Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang memilki letak yang strategis, sehingga tidak heran jika terjadi akulturasi beragam budaya yang terjadi sejak zaman nenek moyang sampai zaman era global saat ini. Letak yang strategis tersebut sangat didukung oleh sumber daya manusianya. Untuk mempelajari kehidupan manusia saat ini tidak ada salahnya kita merunutnya sampai pada masa silam yaitu masa praaksara. Kehidupan manusia pada zaman praaksara senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. Semua itu bertahap dan melalui proses yang sangat lama. Tentunya corak kehidupan yang saat ini kita lakukan adalah kembangan dari corak kehidupan pada zaman praaksara. Untuk itu marilah kita menelaah “Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara”
I.II Rumusan Masalah
1.    Pengertian masa praaksara
2.    Pola hunian masa praaksara
3.    Perkembangan ekonomi masyarakat praaksara
4.    Sistem kepercayaan pada masa praaksara
I.III Tujuan
a.    Untuk mengetahui tentang kehidupan pada masa praaksara.
b.    Untuk untuk mengetahui perkembangan ekonomi dan sistem kepercayaan yang dianut pada masa praaksara
I.IV Manfaat
a.    Kita bisa tahu pengertian dari masa praaksara
b.    Kita juga bisa mengetahui bagaimana saja manusia-manusia pada masa praaksara bisa bertahan hidup



BAB II PEMBAHASAN
II.I Pengertian Masa Praaksara
Zaman praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Praaksara berasal dari dua kata, yaitu pra yang artinya sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Praaksara disebut juga nirleka, nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Batas antara zaman Praaksara dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa Praaksara adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman Praaksara atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut.
Dengan tidak adanya peninggalan tertulis, maka sumber untuk mengungkap keberadaannya berupa peninggalan – peninggalan antara lain fosil, artefak. Fosil, merupakan sisa sisa makhluk hidup yang telah membatu karena tertimbun dalam tanah selama berjuta tahun. Fosil bisa berupa kerangka manusia, hewan ataupun tumbuh tumbuhan. Artefak, merupakan benda benda perlengkapan hidup manusia purba yang masih tersisa, seperti : dolmen, kjoken modinger, kapak perunggu, kapak batu dll.
Kurun waktu berlangsungnya sangat lama yaitu sejak manusia belum mengenal tulisan sampai mengenal tulisan. hal ini untuk mesing – masing bangsa tidak sama untuk bangsa indonesia jaman pra aksara berakhir sekitar tahun 400 masehi atau abad ke 5.

II.II Pola Hunian Masa Praaksara
1.    Pola Kehidupan Nomaden
Nomaden artinya berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Kehidupan masyarakat pra aksara sangat bergantung kepada alam. Bahkan, kehidupan mereka tidak seperti kelompok hewan, karena bergantung pada apa yang disediakan alam. Apa yang mereka makan adalah bahan makanan apa yang disediakan alam, seperti, buah – buahan, umbi – umbian, atau dedauanan yang mereka makan tinggal memetik dari pepohonan atau menggali dari tanah. Mereka tidak pernah menanam atau mengolah pertanian.
Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa kehidupan masyarakat pra aksara sering disebut sebagai ‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’. Jika bahan makanan yang akan di kumpulkan telah habis, mereka akan berpindah ke tempat lain yang banyak menyediakan bahan makanan. Di samping itu, tujuan perpindahan mereka adalah untuk menangkap binatang buruannya. Kehidupan semacam itu berlangsung dalam waktu yang lama dan berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka tidak pernah memikirkan rumah sebagai tempat tinggal yang tetap
Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal kehidupan berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok sekitar 10-15 orang. Bahkan, untuk mempermudah hidup dan kehidupannya, mereka telah mampu membuat alat – alat perlengkapan dari batu dan kayu, meskipun bentuknya masih sangat kasar dan sederhana. Ciri – ciri kehidupan masyarakat nomaden adalah sebagai berikut:
  • Selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
  • Sangat bergantung pada alam,
  • Belum mengolah bahan makanan,
  • Hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan berburu,
  • Belum memiliki tempat tinggal yang tetap,
  • Peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari batu atau kayu.
2.    Pola Kehidupan Semi Nomaden
Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah pola kehidupannya. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara mulai merubah pola hidup secara nomaden menjadi semi nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola kehidupan yang berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai mengenal cara – cara mengolah bahan makanan.
Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri – ciri sebagai berikut:
  • Mereka masih berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat lain;
  • Mereka masih bergantung pada alam;
  • Mereka mulai mengenal cara – cara mengolah bahan makanan;
  • Mereka telah memiliki tempat tinggal sementara;
  • Di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu, mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman;
  • Sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke tempat lain, mereka terlebih dahulu menanam berbagai jenis tanaman dan mereka akan kembali ke tempat itu, ketika musin panen tiba;
  • Peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan dengan peralatan hidup masyarakat nomaden;
  • Di samping terbuat dari batu dan kayu, peralatan itu juga terbuat dari tulang sehingga lebih tajam.
Pada zaman ini, masyarakat diperkirakan telah memelihara anjing. Pada waktu itu, anjing merupakan binatang yang dapat membantu manusia dalam berburu binatang. Di Sulawesi Selatan, di dalam sebuah goa ditemukan sisa – sisa gigi anjing oleh Sarasin bersaudara.

3.    Pola Kehidupan Menetap
Kehidupan masyarakat pra aksara terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Ternyata, pola kehidupan semi nomaden tidak menguntungkan karena setiap manusia masih harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Di samping itu, setiap orang harus membangun tempat tinggal, meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan demikian, pola kehidupan semi nomaden dapat dikatakan kurang efektif dan efisien. Oleh karena itu, muncul gagasan untuk mengembangkan pola kehidupan yang menetap. Itulah, konsep dasar yang mendasari perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara.
Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, di antaranya:
  • Setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal yang lebih baik untuk waktu yang lebih lama;
  • Setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain;
  • Para wanita dan anak – anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan tidak akan merepotkan;
  • Wanita dan anak – anak sangat merepotkan, apabila mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain;
  • Mereka dapat menyimpan sisa – sisa makanan dengan lebih baik dan aman;
  • Mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah pemenuhan kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak baik;
  • Mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul dengan keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupannya;
  • M mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan bercocok tanam;
  • Mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
Dilihat dari aspek geografis, masyarakat pra aksara cenderung untuk hidup di daerah lembah atau sekitar sungai dari pada di daerah pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan pada beberapa kenyataan, seperti:
  • Memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat menguntungkan bagi kepentingan bercocok tanam;
  • Memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia
  • Lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain yang lebih mudah

II.III Perkembangan Ekonomi Masyarakat Praaksara
1.    Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana: Budaya Paleolithik
Sebagaimana diungkapkan The Cambridge Encyclopedia of Hunter Gatherers: berburu dan mengumpulkan makanan (meramu) merupakan bentuk adaptasi pertama manusia yang paling sukses, serta mencakup 90 persen dari sejarah manusia. Sampai 12.000 tahun yang lalu, semua manusia hidup dengan cara ini.
Makanan manusia purba pada masa ini bergantung sepenuhnya pada alam dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Itu karena pada masa ini, hewan dan tumbuh-tumbuhan telah hidup merata di bumi. Kala Pleistosen sampai Holosen merupakan masa puncak perkembangan hewan menyusu (mamalia). Maka, berburu hewan menjadi aktivitas pokok untuk bertahan hidup. Hewan-hewan yang diburu antara lain: rusa, kuda, babi hutan, kijang, kerbau, kera, gajah, kuda nil, dan sebagainya.
Karena berburu menjadi sarana utama untuk bertahan hidup, kehidupan manusia purba Indonesia pada masa ini, sejak Pithecanthropus sampai Homo sapiens, bersifat nomaden atau berpindah-pindah mengikuti gerak binatang buruan serta sumber air. Kehidupan menetap (sedenter) belum dikenal.
Migrasi (perpindahan) hewan buruan itu umumnya dipengaruhi beberapa faktor utama sebagai berikut.
1)    Adanya perubahan iklim yang ekstrem, misalnya kemarau panjang yang membuat banyak padang  rumput dan sumber air  menjadi kering, atau musim hujan berkepanjangan yang membuat suhu  lingkungan menjadi sangat dingin;
2)    Bencana alam, yang juga ikut membuat manusia bermigrasi;
3)    Ancaman dari sesame hewan, yaitu hewan karnivora;
4)    Gangguan manusia;
5)    Tumbuh-tumbuhan biasanya  lebih mudah tumbuh dan berkembang di daerah-daerah beriklim lebih panas, yangmembuat hewan-hewan pemakan tumbuhan (herbivora) ikut bermigrasi, mengikuti “migrasi” tumbuh-tumbuhan itu. Migrasi hewan-hewan herbivore ini dengan sendirinya membuat hewan-hewan karnivora ikut bermigrasi juga.


2.    Masa Beburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut: Budaya Mesolithik
Corak kehidupan manusia purba pada masa ini tetap sama seperti pada masa sebelumnya, yaitu berburu dan mengumpulkan makanan dari alam. Bedanya, selain alat-alat dari batu, pada masa ini mereka juga mampu membuat alat-alat dari tulang dan kulit kerang.
Mereka mengenal pembagian kerja: laki-laki berburu, sedangkan perempuan mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan kecil, memasak atau memelihara api, dan membimbing anak.
Hal itu jugalah yang membuat mereka mengenal kebiasaan bertempat tinggal secara tidak tetap (semi-sedenter), terutama di gua-gua payung (abris sous roche). Mereka memilih gua-gua yang tidak jauh dari sumber mata air atau sungai yang terdapat sumber makanan seperti ikan, kerang, dan siput.
Selain bertempat tinggal di gua-gua, ada juga kelompok manusia lain yang bertempat tinggal di tepi pantai, yang hidupnya lebih tergantung pada bahan-bahan makanan yang terdapat di laut. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kulit kerang dan siput dalam jumlah banyak selain tulang-tulang manusia dan alat-alatnya di dalam timbunan kulit kerang (remis) dan siput yang membukit yang disebut dengan kjokkenmoddinger. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa mereka telah mengenal pencarian dan pengumpulan makanan di laut.
Selama bertempat tinggal di gua-gua, selain mengerjakan alat-alat, mereka juga mulai mengenal tradisi melukis di dinding-dinding gua atau dinding karang. Sumber inspirasi dari lukisan ini adalah cara hidup mereka yang serba tergantung pada alam. Lukisan-lukisan itu menggambarkan suatu pengalaman, perjuangan, harapan hidup, dan bahkan kepercayaan mereka.
Selain itu, agar terhindar dari binatang buas, manusia purba memilih untuk membangun rumah di atas pohon. Begitu juga segala aktifitas  yang mereka lakukan di atas pohon. Terutama kegiatan makan yang menyebabkan sisa makanan yang di buang ke bawah lama-lama menjadi bukit fosil yang kemudian juga dapat disebut kjokkenmoddinger.
Pada masa ini pula, untuk pertama kalinya manusia purba menemukan api. Penemuan api tidak terlepas dari perkembangan otak mereka sebagai akibat dari tuntutan menyesuaikan diri dengan perkembangan alam dan lingkungan. Secara khusus, api berperan penting dalam kehidupan gua, seperti menghangatkan tubuh, menghalau binnatang buas pada malam hari , serta memasak makanan.
Di tahap akhir masa ini, mereka telah mengenal bercocok tanam yang sangat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah menurut kondisi kesuburan tanah. Hutan yang dijadikan tanah pertanian dibakar terlebih dahulu dan dibersihkan (slash and burn). Di sana mereka menanam umbi-umbian seperti keladi.

3.    Masa Bercocok Tanam: Budaya Neolithik
Cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan perlahan-lahan ditinggalkan. Seiring dengan itu, masyarakat memelihara hewan-hewan tertentu (pastoralisme). Sebagian kecil penduduk yang tinggal di tepi pantai memproduksi garam dan mencari ikan.
Kegiatan bercocok tanam dilakukan dengan menebang dan membakar pohon-pohon dan belukar (slash and burn) sehingga terciptalah ladang-ladang yang memberikan hasil-hasil pertanian, meskipun sifatnya masih sederhana. Tanaman yang dikembangkan di antaranya keladi, pisang, kelapa, salak, rambutan, sukun, dan duku; sedangkan jenis hewan yang diternakkan di antaranya ayam, kerbau, anjing, dan babi.
Sebagai konsekuensi dari tradisi baru itu (bercocok tanam), mereka sudah tinggal menetap (sedenter). Perkampungan terdiri atas tempat-tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga. Bangunan tempat tinggal dibuat dari kayu atau bambu.
Gotong royong juga telah menjadi bagian dari corak kehidupan masyarakat. Menebang hutan, membakar semak belukar, menabur benih, memetik hasil, membuat gerabah, kegiatan tukar-menukar, berburu dan menangkap ikan dilakukan secara gotong royong.
Mereka juga mengenal pembagian kerja antara kaum wanita dengan laki-laki. Misalnya, pekerjaan berburu yang menghabiskan tenaga banyak dilakukan oleh para lelaki. Menangkap ikan yang dekat dengan tempat tinggal (sungai, rawa, atau tempat-tempat yang dangkal di danau-danau) dapat dilakukan oleh kaum wanita dan anak-anak, sedangkan  menangkap ikan di laut lepas pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki. Selain itu, ada anggota masyarakat yang membuat beliung kasar di tempat yang disebut atelier, ada yang bertugas menghaluskan, dan sebagainya.

4.    Masa Perundagian: Budaya Megalithik dan Budaya Logam
Masa ini disebut masa perundagian yaitu dari kata undagi yang berarti terampil karena pada masa ini muncul golongan undagi atau golongan yang terampil melakukan suatu jenis usaha tertentu, seperti membuat alat-alat dari logam, rumah  kayu, gerabah, perhiasan, dan sebagainya. Munculnya kemampuan membuat alat-alat dari logam tersebut tidak menggantikan  mata pencarian pokok: bercocok tanam.
Dalam perkembangannya, alat-alat dari logam itu juga dipakai untuk tujuan ritual keagamaan, seiring dengan semakin berkembangnya sistem kepercayaan mereka dalam bentuk animism dan dinamisme.
Sementara itu, penduduk Nusantara hidup secara menetap di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah, dan di tepi pantai dalam tata kehidupan yang makin teratur dan terpimpin.

II.IV Sistem Kepercayaan Pada Masa Praaksara
1.       Sistem Kepercayaan
Pada Masa Praaksara, seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir, manusia purba mulai mengenal kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya yang disebut sistem kepercayaan manusia purba/zaman pra aksara. Oleh sebab itu, mereka berusaha mendekatkan diri dengan kekuatan tersebut. Caranya ialah dengan mengadakan berbagai upacara, seperti pemujaan, pemberian sesaji, yang paling menonjol upacara penguburan orang meninggal ataupun upacara ritual lainnya Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lukisan-lukisan di dinding goa di Sulawesi Selatan dan juga berbagai alat ritual lainnya yang akan dijelaskan nanti. Sistem kepercayaan masyarakat Indonesia zaman praaksara diperkirakan tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan.
Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan seiring zaman. Mereka melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan tetapi berkaitan dengan mata pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya ada upacara khusus yang dilakukan oleh masyarakat pantai khususnya para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini, yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa inilah yang mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.
2.       Macam-macam Kepercayaan
a.    Animisme adalah kepercayaan terhadap roh yang mendiami semua benda. Manusia purba percaya bahwa roh nenek moyang masih berpengaruh terhadap kehidupan di dunia. Mereka juga memercayai adanya roh di luar roh manusia yang dapat berbuat jahat dan berbuat baik. Roh-roh itu mendiami semua benda, misalnya pohon, batu, gunung, dsb. Agar mereka tidak diganggu roh jahat, mereka memberikan sesaji kepada roh-roh tersebut.

b.    Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Mereka percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris, patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan kekuatan gaib tersebut, mereka melakukan upacara pemberian sesaji, atau ritual lainnya.

c.    Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau. Hewan yang dianggap suci juga bisa berasal dari mimpi, misal seseorang memimpikan kura-kura, maka hewan suci yang dipujanya adalah kura-kura. Biasanya orang-orang yang menggangap suatu hewan suci akan pantang makan daging hewan itu dan tidak membunuh serta melindungi hewan itu.

3.       Barang-barang Peninggalan Sistem Kepercayaan Zaman Pra-Aksara
a.    Menhir adalah tiang atau tugu batu yang berfungsi sebagai prasasti dan melambangkan kehormatan arwah nenek moyang.
b.    Dolmen adalah meja batu untuk meletakkan sesaji.
c.    Peti Kubur Batu adalah lempeng batu besar berbentuk kotak persegi panjang berfungsi sebagai peti jenazah.
d.    Sarkofagus, adalah batu besar yang di pahat berbentuk mangkuk terdiri dari dua keeping yang ditangkupkan menjadi satu. Berfungsi sebagai peti jenazah.
e.    Waruga, adalah peti kubur batu berukuran kecil, berbentuk kubus dan memiliki tutup.
f.     Punden Berundak adalah bangunan berupa batu susunan batu berundak seperti candi. Digunakan untuk upacara pemujaan. 


BAB III PENUTUP
III.I Kesimpulan
Masa praaksara atau nirleka (nir; tidak ada, leka; tulisan) adalah sebutan terhadap suatu masa ketika manusia belum mengenal aksara atau tulisan. Di sebut juga masa prasejarah. Meki belum mengenal tulisan, masyarakatnya telah memiliki kemampuan berbahasa dan berkomunikasi lisan serta mampu merekam pengalaman masa lalunya sedemikian rupa sehingga kita sekarang dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan masyarakat di masa lalu.
Corak kehidupan prasejarah indonesia dilihat dari segi hasil kebudayaan manusia prasejarah menghasilkan dua bentuk budaya yaitu : bentuk budaya yang bersifat spiritual dan bersifat material; segi kepercayaan  ada dinamisme dan animisme; pola kehidupan manusia prasejarah adalah bersifat nomaden (hidup berpindah-pindah dan bersifat permanen (menetap); sistem bercocok tanam/pertanian; pelayaran; bahasa; food gathering dan menjadi food producing.
Kepulauan Indonesia yang terbentuk sejak lama, telah menyimpan sejarah peradaban manusia yang panjang. Sebelum mengenal tulisan (Praaksara) wilayah kepulauan Indonesia telah didiami manusia purba.   Manusia purba berbeda dengan manusia modern, mereka banyak sekali keterbatasannya. Kehidupan manusia Purba  pada zaman batu sangatlah bergantung alam, berkelompok, nomaden  dan primitif.
III.II Saran
Diharapkan agar siswa dapat memahami maksud dari makalah ini dan bisa menambah pengetahuan dan wawasan tentang kehidupan manusia purba pada zaman dahulu.
Agar sebagai generasi muda kita tidak melupakan sejarah peradaban bangsa kita sendiri, khususnya dalam mengenal dan memahami kehidupan masa praaksara ketika manusia purba hidup  di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

2 comments :

  1. terima kasih, saya sangat terbantu sekali

    ReplyDelete
  2. Terima kasih,makalah ini sangat membantu saya dalam mencari refrensi materi manusia pra aksara

    ReplyDelete