Pages

Saturday, November 4, 2017

Tragedi Pembantaian Rohingya Sebagai Bentuk Pelanggaran HAM

MAKALAH TRADEGI PEMBANTAIAN ROHINGYA SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAM
Tahun Ajaran 2017/2018







Disusun oleh :

Kelas : XI-MIPA-5





SMA NEGERI 2 CIAMIS
Jl. K.H. Ahmad Dahlan


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan Rahmat-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan Makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang senantiasa membawa kita kepada jalan keridhaan dan maghfirah Allah SWT.
         Tentunya dalam penyusunan ini, tak luput adanya kekurangan dan kelemahan dari segala sisinya. Oleh karena itu, dengan hati terbuka, kami menerima saran dan kritik dari pembaca sekalian, yang tentunya bisa menyempurnakan penyusunan Makalah ini.






Ciamis, 05 Oktober 2017



Penulis               




Daftar Isi



Kata Pengantar ................................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN :
A.    Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
BAB II LANDASAN TEORITIS :
A.    Tradegi Pembantain Etnis Muslim Rohingya .............................................................................. 6
B.     Pelarian Muslim Rohingya ke Indonesia ..................................................................................... 6
C.     Ketidakpastian Warga Rohingya di Indonesia …......................................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN :
A. Pendesakan PBB tehadap Hak Rohingya di Myanmar ................................................................. 9
B. Perlindungan Terhadap Etnis yang Tidak Memiliki Kewarganegaraan, Suaka dan Pengungsi dalam Kovensi ...................................................................................................................................
C. Peranan UNHCR dalam Urusan Pengungsi Rohingya ................................................................ 10
BAB IV PENUTUP :
A.    Kesimpulan ................................................................................................................................ 13
Daftar Pustaka .................................................................................................................................. 14



BAB I
Pendahuluan

A.      Latar Belakang Masalah
Dalam dunia internasional yang mengalami perkembangan baik dari segi informasi, teknologi serta juga dalam bidang hukum internasional. Hal inipun juga terjadi dalam bidang pengungsi internasional
Pengungsi merupakan persoalan klasik yang timbul dalam peradaban umat manusia sebagai akibat adanya rasa takut yang sangat mengancam keselamatan mereka. Ancaman itu dapat ditimbulkan oleh bencana alam atau tidak adanya lagi rasa keamanan diwilayah mereka. Perpindahan penduduk dengan skala yang besar ini pada awalnya hanya merupakan persoalan domestik suatu negara, sehingga kurang banyak menarik perhatian negara lain. Kemudian masalah pengungsi mulai meluas menjadi persoalan negara-negara di kawasan tertentu saja dan terakhir masalah pengungsi dianggap merupakan masalah bersama umat manusia.
Persoalan pengungsi telah ada sejak lebih kurang abad xx. Persoalan tersebut pertama kali timbul ketika terjadi perang rusia (ketika revolusi rusia), yaitu ketika para pengungsi dari rusia berbondong-bondong menuju ke Eropa Barat. Dimana mereka harus terpaksa memutuskan hubungan dengan negara asalnya karena rasa takut yang mendasar dan mengalami penindasan (persecution). Karena pengungsi tidak dapat mengandalkan perlindungan dari negara yang seharusnya memberi perlindungan kepada mereka, maka untuk menanggapi situasi menyedihkan yang dihadapi pengungsi, persiapan-persiapan khusus harus dibuat oleh masyarakat internasional (UNHCR, 1998 ; 1).
Pada umumnya, pengungsi dilakukan karena terjadinya penindasan hak asasi pengungsi dinegara mereka. Dimana mereka juga mencari tanah atau negara lain sebagai tempat kediaman yang baru dan tentunya jauh dari penindasan hak asasi manusia.
Saat ini, keberadaan pengungsi masih menjadi alasan bagi keberadaan UNHCR, dimana sekitar 26 juta orang di dunia menjadi perhatian. Mereka mencakup lebih dari 13.2 juta pengungsi, sedikitnya 4,7 juta orang yang terusir secara internal, 8.1 juta lainnya merupakan korban perang dari returnee.
Hal yang perlu diperhatikan dalam konteks pengungsi adalah sifat peristiwa yang dianggap sebagai bahaya yang menimbulkan kecemasan atau rasa takut karena dianggap mengancam keamanan atau keselamatan orang-orang yang menyingkirkan diri darinya. Dalam hal ini dibedakan antara peristiwa, bahaya atau bencana yang merupakan peristiwa alami (natural disaster) seperti gunung meletus, gempa banjir, atau kekeringan dan yang merupakan perbuatan manusia (human made disaster) seperti konflik bersenjata, baik internasional maupun internal, penindasan atau gangguan terus menerus yang dilakukan oleh penguasa atau suatu kelompok orang tertentu di negara yang bersangkutan. Misalnya karena ras, warna kulit, asal etnis, agama, golongan sosial atau opini politik orang-orang yang menjadi sasaran penindasan atau gangguan terus-menerus.
Seperti halnya pengungsi etnis Rohangya, dimana mereka dibantai dan di diskriminasi karena terjadinya konflik antar etnis lainnya di myanmar. Bahkan mereka tidak mendapatkan hak kewarganegaraan oleh pemerintahan myanmar, karena dianggap sebagai pendatang haram pendatang tersebut.



BAB II
Landasan Teoritis

A.      Tradegi Pembantain Etnis Muslim Rohingya
Pada masa sekarang ini, masyarakat dunia dibuat terkejut dengan terjadinya pembunuhan besar-besaran terhadap sebuah etnis untuk dimusnahkan dari sebuah bangsa. Dimana Etnis yang paling menderita di dunia saat ini adalah Etnis Muslim Rohingya. Dimana terjadinya pembakaran perkampungan dan pengusiran yang terjadi di provinsi Rokhine, Burma. Yang merupakan aksi yang tidak bisa dibiarkan oleh dunia internasional.
Selama ini secara turun temurun telah terjadi perseteruan antara kelompok etnis Rohingya, yang muslim dan etnis lokal yang beragama budha. Dimana Etnis Rohingya tidak mendapat  pengakuan dari pemerintah setempat. Ditambah lagi dengan agama yang berbeda. Beberapa laporan yang menyebutkan hingga saat ini sudah terjadi tradegi pembantaian lebih dari 6000 warga Etnis Ronghiya yang mayoritas beragama islam.

B.      Pelarian Muslim Rohingya ke Indonesia
Perpecahan perang antar etnis yang terjadi di wilayah Rakhein, Myanmar. Dimana warga yang berasal dari suku Rohingya yang merupakan suku minoritas dan juga beragama islam yang dikenal sebagai agama minoritas di myanmar. Selain itu, perlakuan diskriminatif yang diterima oleh etnis Rohingya dari pemerintahan myanmar dinilai sangat menggaggu kehidupan masyarakat Ronghiya sebagai warga dunia.
Sebelumnya, pada tahun 2008, etnis Ronghiya telah berlarian menyebar ke beberapa wilayah di Asia. Pelarian Rohingya ke negara seperti Bangladesh, Srilanka, dan juga Malaysia. Di sana mereka merasakan kebebasan yang sangat terbilang jarang dirasakan di negeri mereka, Myanmar, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.
Menurut mereka, selama ini mereka tidak mendapatkan kehidupan yang sewajarnya dirasakan mereka sebagai warga negara. Kurang lebih selama 30 tahun kehidupan para Rohingya oleh kebijakan pemerintah Myanmar.
“Kami tidak punya sekolah dan kalaupun bisa itu kami lakukan sembunyi-sembunyi. Dan yang paling mengesalkan adalah kami tidak boleh melanjutkan perguruan tinggi,”
“Kami minoritas, tapi sangat jarang shalat. Karena di Myanmar dilarang, dan kampung kami juga dijaga oleh polisi dan militer agar kami tidak bisa berpergian keluar desa. Itulah sedikit tekanan yang kami rasakan disana, hingga kami sudah tidak tahan lagi”.
Akhirnya para Etni Ronghiya mengarungi lautan demi kebebasan, akan tetapi mereka mendapatkan banyak kendala, mulai dari kehabisan bahan makanan dan minuman, penyitaan mesin perahu dan bahan bakarnya oleh kepolisian thailand. Dan akhirnya mereka terdampar di indonesia, yaitu di daerah Banda Aceh dengan bantuan Nelayan setempat.


C.      Ketidakpastian Warga Rohingya di Indonesia.
Para pengungsi Rohingya dari Burma menghadapi ketidakpastian hukum karena Indonesia belum merativikasi kovensi PBB mengenai pengungsi.
Sekelompok pencari suaka etnis Rohingya di Burma beribadah dengan tenang bersama warga Indonesia lainnya di sebuah masjid di Sumatra, sebagai tanda solidaritas yang mereka temui dari sesama Muslim setelah melarikan diri dari kerusuhan sektarian berdarah di negaranya.
Sebagian besar warga Rohingya awalnya tidak melihat Indonesia sebagai tujuan akhir, namun sebagai titik transit menuju Australia. Setibanya di Indonesia, banyak orang Rohingya yang ditahan di pusat penahanan untuk periode waktu yang lama sementara kasusnya diproses.
Mereka yang diberi status pengungsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dianggap beruntung namun memiliki hak yang terbatas karena Indonesia belum menandatangani kovensi utama PBB mengenai pengungsi. Indonesia tidak dapat menerima mereka sebagai warga tetap dan mereka tiidak dapat bekerja atau belajar sementara menunggu status pasti.





BAB III
Pembahasan

A.      Pendesakan PBB tehadap Hak Rohingya di Myanmar
Sekjen PBB peringatkan Myanmar agar warga Buddha akhiri serangan terhadap minoritas muslim di negerinya. Dan juga desak Myanmar untuk mengakui Rohingya sebagai warganya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon mengatakan :”Adalah penting bagi pemerintah Myanmar untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk menanggapi keluhan sah dari warga minoritas, termasuk tuntutan kewarganegaraan Rohingya.” Selanjutnya dikatakan bahwa bila tidak berhasil, “ini akan mengganggu proses reformasi dan memicu dampak negatif di daerah-daerah.” Demikian kata Ban, Rabu (10/7) pada pertemuan dengan para wakil “Group of Friends on Myanmar”.

1.     Penolakan Myanmar terhadap Resolusi PBB Soal Kewarganegaraan Rohingya
Myanmar menolak resolusi PBB yang mendesak negara itu memberikan status dan hak kewarganegaraan kepada kelompok minoritas Mulim Rohingya. Negara tersebut bahkan juga menuduh organisasi internasional itu telah mengusik kedaulatannya.
“Kewarganegaraan tidak akan diberikan kepada mereka yang tidak berhak di bawah undang-undang. Tidak peduli siapa pu yang menekan kami. Ini adalah hak kedaulatan kami.” kata juru bicara pemerintah Myanmar, Ye Htut, dalam sebuah pernyataan seperti dilansir World Bulletin, Kamis (21/11).
Sebelumnya, Komisi III Majelis Umum PBB meminta Myanmar untuk mengembalikan hak-hak kewarganegaraan komunitas Muslim Rohingya. komisi# sosial, kemanusiaan, dan hak asasi manusia (HAM) tersebut pun telah menyetujui rancangan resolusi yang fokus pada berbagai pelanggaran di negara itu.




B.      Perlindungan Terhadap Etnis yang Tidak Memiliki Kewarganegaraan, Suaka dan Pengungsi dalam Kovensi
a.      Kovensi mengenai Status Pengungsi
Disetujui pada tanggal 28 juli 1951, oleh konferensi para Duta Besar Berkuasa Penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa, tentang status pengungsi dan orang-orang tidak Berkewarganegaraan, yang diundang untuk bersidang di bawah resolusi Majelis Umum 429/V/tanggal 14 Desember 1950.
Para Negara Peserta Tingkat Tinggi
Mempertimbangkan bahwa Piagam Perserikatan Bansa-Bangsa dan Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang disetujui pada tanggal 10 Desember 1948 oleh Majelis Umum , telah menguatkan prinsip bahwa umat manusia harus memperoleh hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasr tanpa diskriminasi.
Mempertimbangkan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa berbagai kesempatan telah menyatakan keprihatinannya yang mendalam terhadap pengungsi dan berusaha menjamin pelaksanaan seluas mungkin akan hak-hak dan kebebasan dasar ini.
Mempertimbangkan bahwa pemberian suaka bisa mengakibatkan beban berat yang tidak semestinya pada negara-negara tertenti, dan bahwa penyelesaian yang memuaskan dari suatu masalah mengenalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah mengakui.

b.     Ketiadaan Kewarganegaraan, Suaka dan Pengungsi
Cakupan dan sifatnya yang internasional, tanpa kerja sama internasional. Mengharapkan bahwa semua negara yang mengakui sifat sosial dan kemanusiaan masalah pengungsi, akan melakukan segala tindakan di dalam kekuasaan mereka, untuk mencegah agar masalah ini tidak menyulut ketegangsn antara negara-negara.
Mencatat bahwa Komisi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengungsi dibebani tugas mengawasi kovensi-kovensi internasional yang mengatur perlindungan pengungsi dan yang mengakui bahwa koordinasi yang efektif terhadap langkah-langkah yang diambil untuk menangani masalah ini akan tergantung pada kerja sama para negara dengan Komisi Tingkat Tinggi


C.      Peranan UNHCR dalam Urusan Pengungsi Rohingya
a.      Tugas dan Wewenang UNHCR
United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) adalah lembaga internasional yang diberi mandat untuk memberikan perlindungan internasional terhadap pengungsi dan memberikan solusi yag permanen terhadap para pengungsi dengan jalan membantu pemerintah-pemerintah, pelaku-pelaku lainnya ataupun organisasi-organisasi kemanusiaan yang terkait untuk memberikan fasilitas pemulangan (repatriation) bagi para pengungsi
Sampai dengan tahun 1950, kewenagan utama UNHCR tidak pernah berubah, namun demikian, kewenangan ini telah mengalami perubahan secara signifikan selama dekade terakhir, yaitu :
1.     Peningkatan skala operasi UNHCR
2.     Semakin luasnya ruang lingkup aktifitas UNHCR
3.  Peningkatan jumlah pelaku-pelaku internasional yang memberikan bantuan bagi perindungan dan bantuan bagi pengungsi dan orang-orang terlantar.
4.     Di daerah-daerah yang tidak stabil dan di daerah-daerah yang situasinya mudah berubah

Dalam upaya mendapatkan pemecahan masalah yang permanen menjadi tujuan pokok perlindungan internasional. Dalam solusi permanen, paling tidak, terdapat tiga pemecahan yang diberikan yaitu :
1.       dikembalikan ke negara asal
2.       dimukimkan di negara pemberi suaka pertama
3.       dimukimkan dinegara ketiga

B. Peranan yang dilakukan UNHCR dalam mengangani pengungsi Rohingya
Dalam menangani pengungsi Rohingya, sebagai Organisasi Internasional, UNHCR dapat menjalankan perannya sebagai inisiator, rasilitator, dan determinan. Tujuan utama UNHCR adalah untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan pengungsi dan UNHCR sangat diharapkan salah satu perannya seperti yang tertera pada pasal 1 Statuta UNHCR, adalah mencari solusi permanen untuk pengungsi
1.     Sebagai Inisiator
Berdasarkan tujuan utama UNHCR adalah memberikan keamanan dan hak dari para pengungsi. Menjamin bahwa setiap orang behak mencari suaka dan mendapat tempat yang aman di negara lain, dengan pilihan kembali secara sukarela ke negaranya. Lokal integrasi atau penempatan ke negara ketiga, Bantuan UNHCR  untuk menangani pengungsi Rohingya yang masuk ke negaranya. Pada tahun 2009, ada sekitar 391 pengungsi Rohingya mengungsi ke indonesia. Dalam hal ini, UNHCR akan terus memantau dan memastikan sifat repartriasi secara sukarela dan memberikan bantuan. UNHCR akan mendorong pembentukan mekanisme untuk menentukan status pengungsi di Indonesia untuk memastikan bahwa mereka yang merasa terancam akan mendapat perlindungan di Indonesia.
2.     Sebagai Fasilitator
Untuk dapat memberikan penanganan pada masyarakat etnis Rohingya yang menjadi korban terhadap pelanggaran yang terjadi, pikak UNHCR telah melakukan usaha dengan memfasilitasi Indonesia sebagai negara transit untuk dapat menyediakan akses bantuan kemanusiaan dan dukungan kepada etnis Rohingya, termasuk pada masyarakatnya yang menjadi pengungsi. Hal tersebut diharapkan dapat membantu pemulihan pada kondisi etnisRohingya yang semakin memprihatinkan karena dampak kekerasan yang dialami atas kekerasan yang mereka dapatkan di Myanmar
            Para pengungsi  Rohingya ditampung ditempat pengungsian dalam pengawasan UNHCR. dimana UNHCR juga memberikan fasilitas serta bantuan bagi para pengungsi Ronghiya tersebut.
3.     Sebagai Determinan
Sebelum suatu pengungsi diberi status pengungsi, maka UNHCR terlebih dahulu akan melakukan Verifikasi terhadap para pengungsi. Proses Verifikasi ini bersifat umum dalam pelaksanaannya di setiap negara yang akan diverifikasi oleh UNHCR. Pengungsi Rohigya inipun melewati tahap verifikasi sebelim ia mendapatkan status pengungsi oleh UNHCR . Dalam kasus etnis Rohingya ini, UNHCR tidak dapat begitu saja menjalankan fungsinya untuk menangani para pengungsi. Sebelumnya tim dari UNHCR akan bekerjasama dengan pemerintah negara setempat. Setelah diverifikasi UNHCR maka akan menentukan apakah mereka berstatus pengungsi atau bukan berdasarkan Kovensi Status Pengungsi 1951.
Pada  kasus pengungsi Ronghiya ini, UNHCR memiliki fungsi untuk melakukan menyelesaikan jangka panjang melalui upaya untuk mencarikan penyelesaian yang permanen (durable solution) terhadap pengungsi. Solusi tersebut terbagi dalam 3 pilihan, yaitu :
1.       Repatriation
Repatriation merupakan upaya yang diambil UNHCR untuk mengembalikan pengungsi kenegara asalnya. Repatriation terbagi menjadi 2 yaitu : pengembalian pengungsi ke negara asal atas keputusan UNHCR (Repatriation by UNHCR) dan pengembalian pengugsi ke negara asal atas permintaan pengungsi itu sendiri (Voluntary Repatriation)
2.       Local Integration
Local Integration merupakan upaya untuk mengintegrasikan pengungsi menjadi warga negara yang menjadi tujuan pengungsi. Biasanya pengungsi yang diberikan solusi ini adalah pengungsi yang telah lama tinggal di negara tersebut. atau telah menikah dengan warga negara tersebut. Para pengungsi yang melakukan integrasi lokal biasanya mempunyai hak yang semakin luas. Sehingga sama dengan yang dinikmati oleh warga negara dari negara suaka. Kemudian pengungsi diijinkan tinggal secara permanen dan kemungkinan naturalisasi
3.       Resettiement
Resettiement merupakan solusi yang diberikan kepada pengungsi dengan melibatkan negara ketga. Terdapat 11 negara yang merupakan negara tujuan Resettiement yaitu :Austarlia, Kanada, Denmark, Finlandia, Jerman, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Swedia, Perancis, dan Anerika Serikat.
Bantuan-bantuan teknis yang disalurkan sangat beragam dan meliputi berbagai kebutuhan dasar hidup pengungsi. Pengeluaran finansial, bantuan pangan, dan persediaan air bersih adalah beberapa contoh serangkaian bantuan teknis yang diberikan.



BAB IV
Penutup
A.      Kesimpulan
1.       Pengungsi merupakan persoalan klasik yang timbul dalam peradaban umat manusia sebagai akibat adanya rasa takut yang sangat mengancam keselamatan mereka.
2.       Tujuan utama UNHCR adalah untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan pengungsi dan UNHCR sangat diharapkan salah satu perannya seperti yang tertera pada pasal 1 Statuta UNHCR, adalah mencari solusi permanen untuk pengungsi.


Daftar Pustaka






No comments :

Post a Comment